Wednesday, May 5, 2010

MENGASAH ANAK CERDAS BAHASA


Kecerdasan bahasa dapat menunjukkan logika berpikir seorang anak. Kalau dia pandai berbahasa, maka logika berpikirnya bagus. Bagaimana caranya?

KECERDASAN bahasa merupakan salah satu bagian dari teori kecerdasan majemuk atau multiple intelligences. Di samping itu ada kecerdasan gambar, musik, tubuh, logika dan matematika, kecerdasan sosial, diri, alam dan kecerdasan spiritual. Menurut Dr Howard Gardner, peneliti dari Universitas Harvard yang mencetuskan teori ini, cerdas bahasa adalah kecerdasan anak dalam mengolah kata. Contohnya, keterampilan yang dimiliki anak dalam menceritakan atau menggambarkan sesuatu dengan kata-kata. Kecerdasan bahasa termasuk di dalamnya kemampuan seorang anak dalam menggunakan bahasa-bahasa dengan banyak variasi.

Si anak bisa dengan tepat menggunakan bahasa sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya. Jovita Maria Ferliana S Psi, psikolog anak, mengungkapkan bahwa ada anak yang pintar secara akademik, tapi dia belum bisa ngomong atau gagap. Hal ini karena kecerdasan tiap anak tidak sama perkembangannya. Ada anak yang pintar di satu kecerdasan, tapi kurang di kecerdasan yang lain. Mungkin saja seorang anak bagus dalam melakukan pemecahan masalah atau problem solving. Namun, di sisi lain dia agak kekurangan dalam hal bahasa. Penyebabnya beragam, antara lain kebiasaan di lingkungan rumah. Si anak jarang diajak ngomong sehingga dia kurang mendapat stimulus dalam hal berbahasa.

Hal ini diakui dr Soedjatmiko SpA, Ketua Divisi Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial, Dep IKA FKUI/RSCM, dalam sebuah seminar di Jakarta beberapa waktu lalu. ”Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan secara terus menerus,” katanya. Ia menambahkan bahwa untuk mengembangkan kecerdasan seorang anak diperlukan tiga kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan fisik, emosi, dan stimulasi dini. Kebutuhan fisik biologis untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik.
Kemudian, kebutuhan emosi kasih sayang guna memengaruhi kecerdasan emosi, hubungan interpersonal dan intrapersonal. Kebutuhan yang ketiga adalah stimulasi dini untuk merangsang kecerdasan-kecerdasan lain. Ketiga kebutuhan pokok tersebut harus diberikan secara bersamaan. ”Kita juga harus sering mengajak anak bicara dan bermain. Tujuannya untuk merangsang perasaan dan pikiran, gerak kasar dan halus pada leher, tubuh, kaki, tangan dan jari-jarinya,” katanya. Soedjatmiko mengatakan, untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal sebaiknya pengasuh mengajak anak bercakap- cakap, membacakan cerita berulang-ulang. Selain itu, merangsang anak untuk berbicara atau bercerita dan menyanyikan lagu anak-anak.

Dokter Gardner Howard menegaskan bahwa kecerdasan yang dimiliki seorang anak pada masa-masa awal pertumbuhannya sampai usia sekolah tidak bisa dibiarkan sendiri untuk berkembang. Potensi tersebut masih harus dibantu oleh orangorang terdekatnya dan sekolah supaya dapat lebih berkembang dan muncul ke permukaan. Seorang anak di bawah umur belum mengerti apa yang harus ia lakukan untuk memunculkan potensi yang ada pada dirinya. Stimulus yang diterima dari luar akan sangat membantu mengembangkan potensi kecerdasan pada diri anak. Stimulus semacam itu sangat berpengaruh kepada kemampuan kecerdasan berbahasa anak.

Stimulus tadi akan memengaruhi kemampuan otak si anak dan pada akhirnya akan bermuara pada keterampilan anak dalam mengolah kata-kata dan berbicara. Kurangnya kemampuan berbahasa anak biasanya terjadi apabila sejak bayi anak jarang diajak komunikasi. Karena itu si anak lebih sering berdiam diri dan tidak berbicara atau diajak berbicara oleh lingkungannya. Biasanya kelemahan berbahasa anak baru ketahuan ketika si anak menginjak usia 5 atau 6 tahun. Dia mulai memasuki bangku sekolah. Sebab saat itu anak dituntut untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan kawan-kawan lainnya.

Belajar dengan Menyenangkan

UNTUK mengasah kemampuan berbahasa anak, School of Universe punya cara cukup jitu. Pelajaran bahasa Indonesia dikaitkan dengan semua pelajaran yang ada. ”Karena sifat pelajarannya lentur sehingga bisa masuk ke setiap pelajaran. Secara pokok meliputi tata bahasa, membaca, menulis, bicara dan mendengar. Semuanya dibikin fun,” kata Septriana, guru bahasa Indonesia di School of Universe, Parung, Bogor. Dengan cara yang menyenangkan, anak-anak tidak merasa bahwa mereka sebenarnya sedang mengasah kemampuan berbahasa. Aktivitas ini umumnya dilakukan ketika mereka sedang melakukan proyek. Di sana keterampilan berbahasa anak terasah saat dia membuat laporan. Sebagai contoh, Septriana menyebutkan bahwa ketika sedang mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia, ia memberikan anak-anak beberapa artikel yang kemudian dipilih.

Terserah anak tadi akan memilih artikel mana yang disukainya dan dianggap bagus. Setelah itu, pelajaran di breakdown lagi menjadi membahas artikel tertentu berdasarkan pilihan si anak. Selanjutnya, anakanak mendiskusikan hal tersebut. Barulah setelah sesi diskusi selesai, anak-anak diminta untuk membuat artikel yang baik dan bagus menurut mereka. ”Inti pelajarannya bersifat konstruktif, misalnya mengajak anak bikin sebuah majalah atau web blog di Internet. Sejak kelas 5 SD, siswa sekolah kami sudah bisa membuat web desain,” kata Septriana. Ia menambahkan bahwa karena pelajaran berbahasa yang diterapkan di sekolahnya bersifat konstruktif sehingga terlihat kemampuan anak-anaknya merata dalam hal kecerdasan berbahasa. ”Kami berusaha agar tidak ada anak yang lost dalam pelajaran sehingga tertinggal kecerdasan berbahasanya,” imbuhnya.

Selain memasukkan pelajaran bahasa ke dalam pengerjaan sebuah proyek, sekolah ini juga menggunakan pendekatan sastra dalam mempelajari pelajaran sejarah. Jadi saat mempelajari sejarah, anak mendapatkan rasa atau suasananya sehingga lebih cepat menerima materi yang diberikan. Pada umumnya anak-anak kurang tertarik dengan pelajaran sejarah karena dianggap menjenuhkan. Tapi lewat pendekatan semacam ini anak jadi bisa mengaitkan antara logika dengan rasa. Tanpa terasa hal itu didapatkannya dengan cara yang fun.

Kemampuan berbahasa anak pun bisa diasah lewat kegiatan bermain drama. Aktivitas drama yang kerap digelar sekolah ini menggabungkan pelajaran bahasa dengan seni. Di sini anak-anak tak hanya sekadar bermain drama, tapi juga mencoba belajar membuat event organizer (EO). Dimulai dari merancang acara, membuat poster hingga teknik menjual tiket dilakukan sendiri oleh anak-anak. Dengan demikian, anak-anak mampu membuat poster dengan bahasa yang bagus dan menarik sehingga memancing orang tertarik untuk menonton drama tersebut.
Utamakan Bahasa Ibu

SATU sekolah dengan sekolah lain kadang memiliki pendekatan yang berbeda terhadap pelajaran bahasa. Hal ini bisa dilihat di School of Universe, yang mengaitkan pelajaran bahasa Indonesia dengan semua pelajaran. Sementara, di sekolah Putik hanya menerapkan bahasa ibu –Bahasa Indonesia– dalam aktivitas belajar. Menurut Nina D Estanto M Litt, pemilik sekaligus Managing Director Putik, konsep yang diterapkan didasarkan pada sebuah teori dasar perkembangan anak.

Dalam teori tersebut dikatakan bahwa setiap anak dapat terstimulasi perkembangannya dengan optimal kalau orangtua dan lingkungan terdekat menstimulasi dengan bahasa yang dimengerti anak. Bahasa yang dimengerti anak adalah bahasa ibu. Penggunaan bahasa tunggal ini juga dimaksudkan untuk menanamkan karakter yang kuat dalam diri anakanak. Langkah yang diambil Nina untuk sekolah Putik terinspirasi dari hasil pengamatannya, ketika belajar di Inggris.

Masyarakat di negara kerajaan itu terkenal dengan chauvinismenya dan tidak mau belajar bahasa lain. ”Saya melihatnya justru di situ karakter mereka kuat. Bahasa ibu mereka ya bahasa Inggris,” ujarnya. Lebih jauh Nina menjelaskan, kecerdasan bahasa dapat menunjukkan logika berpikir seseorang. Kalau dia pandai berbahasa, maka logika berpikirnya pun akan berjalan baik. Pandai berbahasa bukan berarti menguasai banyak bahasa. Melainkan, si anak punya kemampuan dalam mengolah bahasa. ”Terpenting adalah bahasa ibunya terlebih dulu dia kuasai penuh. Hal ini akan mendorong logika berpikir si anak,” kata Nina.

Sementara itu, Jovita Maria Ferliana S Psi, psikolog anak, mengatakan, penggunaan bahasa ganda di dalam keluarga bisa menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya kemampuan berbahasa anak. Ia menyarankan, sebelum menerapkan bahasa kedua sebaiknya orang tua harus melihat kematangan anak itu sendiri. Sekiranya si anak belum siap untuk menerima multibahasa, jangan memberikannya. Bila orangtua menjejalkan anak dengan beragam bahasa tadi, maka hasilnya anak akan mengalami kebingungan bahasa.

Sebaiknya si anak diajarkan bahasa kedua, apabila dia sudah menguasai benar satu bahasa utama,” ucap Jovita. Manakala anak sudah menguasai bahasa ibu dan mengartikulasikannya dengan baik dan benar, baru orangtua dapat menambahkan dengan belajar bahasa kedua. Bila tidak, selain kebingungan, kalau pun bisa si anak jadi terbiasa menggunakan bahasa tersebut dengan campur-campur. ”Dalam mengatakan sebuah kalimat, dia menggunakan kata-kata bahasa Inggris dan Indonesia. Dampak paling fatal, bisa saja kondisi itu membuat si anak menjadi tidak mau ngomong sama sekali,” tandas Jovita

No comments:

Post a Comment