Monday, August 30, 2010

SERBA-SERBI STERILISASI







“KONTRASEPSI MANTAP” INI KAPAN BISA JADI PILIHAN?



Ada kecendrungan ibu sekarang melakukan sterilisasi setelah memiliki tiga anak. Sterilisasi tersebut biasanya, dilakukan atas saran dokter ketika si ibu melahirkan anak ketiga. Hak ibu pula untuk menerima ataupun menolaknya. Ada juga suami yang melakukan sterilisasi sebagai salah satu cara kontrasepsi. Tentunya sterilisasi yang dilakukan oleh suami maupun istri ini sudah menjadi kesepakatan bersama.



Sebetulnya, sterilisasi merupakan kontrasepso mantap. Artinya, suami atau istri tak menginginkan terjadinya kehamilan lagi. Tentunya dengan berbagai pertimbangan keduanya, dan juga bisa karena alasan medis.



Sterilisasi yang dilakukan pada istri dikenal dengan istilah tubektomi, yaitu tindakan operasi berupa pemotongan dan atau pengikatan kedua saluran telur (tuba fallopi). Sedangkan pada pria istilahnya, vasektomi, yaitu saluran sperma (vas diverens) ditutup dengan menggunakan teknik pengikatan ataupun pemotongan. Dengan begitu, sel telur dan sel sperma tak dapat bertemu sehingga pembuahan/ kehamilan tak terjadi. Keberhasilan kontrasepsi ini mendekati 100% atau tingkat kegagalannya sangatlah kecil.



Namun, apa jadinya kalau setelah disterilisasi sekian lama lantas muncul kinginan untuk punya anak lagi? Penyambungan kembali saluran telur bukannya tidak mungkin, kok. Hanya saja tingkat keberhasilannya hanya 30-50% tergantung pada teknik sterilisasi yang dilakukan.



Karena metode kontrasepsi ini bersifat permanent dan kemungkinan restrukturisasinya tidak tinggi, maka tubektomi maupun vasektomi hendaknya dijadikan pilihan kontrasepsi terakhir. Sebagai gambaran, jika usia ibu 25 tahun dan baru punya 1 atau 2 anak, gunakan saja kontrasepsi lain. Jikapun sterilisasi dilakukan tentunya harus melalui pertimbangan yang sangat matang atau kondisi medis memang menharuskannya.





Pertimbangan jumlah anak dan medis



Keinginan sterilisasi bisa datang dari pasangan suami atau istri itu sendiri. Pertimbangannya antara lain :



1. Jumlah anak



Meskipun setiap orang jumlah anak yang diinginkan relative, ada yang sudah punya 3 dianggap cukup danada juga yang belum merasa cukup. Namun jika ingin sterilisasi maka digunakan rumus :



Usia ibu x jumlah anak = 100 (dengan catatan anak pertama usia diatas 5 tahun )



Contoh usia ibu 25 tahun dengan jumlah anak 4 orang. Maka dengan rumus diatas hasilnya adalah 25 x 4 = 100. Jadi meski usianya baru 25 tahun, ibu ini tidak mengapa disterilisasi karena sudah memiliki banyak anak.



Contoh lain, usia ibu 33 tahun dan sedang hamil anak ketiga, 33 x 3 = 99 atau mendekati 100. begitu nanti melahirkan, ia siap disteril. Namun, dengan syarat anak pertamanya harus berusia diatas 5 tahun, mengapa? Karena usia balita masih merupakan masa rawan infeksi penyakit yang bisa berakibat fatal. Sementara di atas usia itu resikonya kecil.



2. Masalah medis



Misal usia ibu 28 tahun tapi sudah menjalani 3 kali operasi sesar untuk hamil berikutnya dapat membahayakan karena ada resiko robeknya bekas jahitan sesar. Maka itu sebaiknya ibu disteril ketika sudah melahirkan anak ketiganya.



Contoh medis lain, ibu punya penyakit jantung atau pernah mengalami perobekan rahim saat persalinan pertama. Maka perhitungan dengan rumus tidak lagi berlaku, meski usia ibu baru 20 tahun danpunya satu anak, ia tetap disarankan menjalani sterilisasi agar tak hamil lagi.



Indikasi medis pun tak sebatas kondisi fisik saja tapi juga psikis semisal pada mereka yang punya kelainan jiwa sehingga menjaganya dan kemungkinan hamil lagi. Jika bersangkutan tak bisa dimintai pendapat, biasanya dokter akan minta pertimbangan keluarga atau psikiater yang menanganinya.



BEDA TUBEKTOMI DAN VASEKTOMI



TUBEKTOMI

VASEKTOMI

Sterilisasi pada wanita

Sterilisasi pada pria

Operasi dilakukan dengan bius total karena harus masuk ke dalam rongga perut.

Tergolong operasi kecil dengan melakukan sayatan kecil pada kantung skrotum guna memotong saluran sperma. Dilakukan dengan pembiusan local.

Butuh waktu sampai setengah jam namun bila dilakukan sehabis malahirkan bisa lebih cepat, yaitu sekitar seperempat jam karena rahim masih besar sehingga memudahkan melakukan sayatan di bawah pusar.

Butuh waktu sekitar 3 menit dan luka yang ditimbulkan pun kecil.

Dilakukan oleh dokter kandungan

Dilakukan oleh dokter bedah kandung kemih atau urolog. Bisa juga oleh dokter umum atau kandungan yang memang sudah terlatih.

Bisa dilakukan kapan saja, namun waktu-waktu yang dianjurkan antara lain :

  • Bersamaan pada saat melahirkan secara sesar, karena pada kondisi membuka perut ini memudahkan tindakan dan kemungkinan kesalahan juga minimal.
  • Paling lambat 1-2 hari setelah melahirkan normal
  • Intermenstruasi. Artinya setelah bersih menstruasi tapi tidak lebih dari satu minggu waktunya.
  • Sehabis mengalami keguguran.

Bisa dilakukan kapan saja diinginkan





Teknik laparoskopi dan minilap



Teknik sterilisasi yang umum dilakukan adalah laparoskopi dan laparotomi mini atau yang disingkat minilap.

  • Laparoskopi. Dilakukan dengan memasukkan teropong dan alat-alat lain yang digunakan lewat sayatan kecil didinding perut/abdomen. Lewat bantuan teropong itulah, dokter akan memasangkan cincin khusus yang berfungsi sebagai pengikat saluran telur.
  • Laparotomi/minilap. Dilakukan begitu ibu usai bersalin dengan sayatan kira-kira 2 cm dibawah pusar sepanjang 2-3 cm. kemudian dengan mata telanjang dan bantuan alat tertentu, saluran telur diikat sebelum dilakukan pengikatan atau pemotongan.


Untuk intermenstrual (setelah bersih menstruasi) sayatan dilakukan pada lokasi irisan sesaria sepanjang 3 cm.



Pembedaan teknik laparoskopi dan laparotomi ini, antara lain ditentukan berdasarkan sarana yang tersedia di rumah sakit sekaligus kemampuan dokternya. Selain juga pertimbangan kondisi pasien. Pada pasien yang habis melahirkan dihindari laparoskopi karena rahim masih besar dan belum pulih kekondisi semula. Penggunaan teropong malah dikhawatirkan mengenai/menyentuh rahim. Bila dalam kondisi normal tak habis melahirkan, rahim sudah mengecil sehingga bisa menggunakan minilap ataupun laparoskopi.





Gairah turun gara-gara steril ?



Ah, itu Cuma mitos! Tak ada hubungan sama sekali antara birahi dan sterilisasi, karena birahi timbul dari adanya hormone. Pada wanita hormonnya adalah estrogen yang diproduksi oleh indung telur atau ovarium sebagai pabriknya. Sterilisasi sendiri tidak menganggu-gugat pabrik penghasil hormone tersebut, hanya memutus saluran telurnya saja. Jadi karena hormone masih diproduksi, maka gairah tetap masih ada. Begitu pun pada pria. Sterilisasi bukan lantas membuatnya jadi impotent. Hormone testosterone tetap dihasilkan oleh pabriknya di testis. Yang diputus hanyalah saluran spermanya. Pusat birahi itu sendiri ada di otak. Jadi, jika melihat sesuatu yang merangsang, maka akan dikirim olah mata ke pusat birahi yang ada di otak sehingga hormone menjadi naik dan timbullah gairah seks.



Sudah vasektomi, kok istri hamil ?



Tunggu dulu! Jangan menuduh istri menyeleweng, harus diketahui terlebih dahulu kapan suami melakukan vasektomi. Apakah setelah vasektomi disarankan pakai kondom atau tidak untuk sementara waktu. Nah, hal inilah yang bisa jadi kemungkinan penyebabnya. Mengapa bisa seperti itu? Berikut penjelasannya!



Sperma setiap hari diproduksi oleh testis dan akan melalui saluran sperma untuk kemudian masuk ke dalam “kolam penampungan” atau vesiculla seminalis. Sperma ini tidak selalu harus dikeluarkan, tidak seperti sel telur yang dikeluarkan secara berkala setiap seklus haid.

Pada pria yang divasektomi, sperma tetap produksi oleh testis, namun sperma itu tidak langsung masuk ke kolam penampungan karena saluran diputus. Alhasil, sperma kemudian diserap tubuh. Ketika berhubungan seks, pria tetap bisa ereksi namun tak ada sperma yang keluar kecuali air maninya saja (semen).



Lalu, jika sampai istri hamil setelah suami di vasektomi, hal ini bisa terjadi karena waktu sebulan setelah vasektomi, kolam penampungan belum bersih dari sperma. Agar tidak terjadi kehamilan, maka kolam penampungan tersebut harus dikuras. Caranya dengan berhubungan seks beberapa kali menggunakan kondom. Setelah beberapa minggu kemudian bisa dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya sperma pada air maninya. Setelahitu barulah kondom tak diperlukan lagi.NIKITA/404/2006




No comments:

Post a Comment