Sunday, August 8, 2010

MEWASPADAI BAHAYA MEMBUNGKUS MEKANAN




Suhu panas dapat memindahkan zat kimia dari plastic ke dalam makanan.

Kampanye penggunaan bahan-bahan yang tidak membahayakan lingkungan kian gencar disuarakan. Selain bahan kimia, pemakaian bahan yang tidak terurai juga penting untuk dikurangi intensinya. Terdapat beberapa jenis bahan dari kategori ini, yakni plastic maupun sterofoam.

Keduanya akrab dengan keseharian masyarakat karena kerap dijadikan pembungkus makanan. Sudah menjadi kebiasaan, sebagian masyarakat memilih untuk memberli makanan atau bahan makanan untuk kemudian dikonsumsi di rumah.

Agar lebih praktis, bahan mekanan itu dibungkus dengan wadah tertentu, misalnya saja, ketika hendak membeli soto ayam tak perlu repot-repot membawa rantang atau piring sendiri. Makanan cukup ditaruh dalam plastic dan bisa langsung dibawa pulang.

Pun saat ingin membeli buah-buahan yang sudah dipotong dalam ukuran tertentu di supermarket, sudah tersedia dalam bungkusan sterofoam yang ditutup plastic tipis. Atau hendak menikmati bubur ayam di rumah bersama keluarga. Penjualnya sudah menyiapkan bahan pembungkus berupa sterofoam berbentuk mangkuk dan bisa langsung dibuang setelah selesai makan.

Bahan-bahan pembungkus berbahan plastic dan sterofoam yang tidak terutai itu dujal bebas dipasar-pasar dan took. Harganya pun terjangkau sehingga kerap digunakan oleh para pedagang, mulai dari kelas kaki lima hingga toko atau restoran elite.

Dalam laman halalguide dijelaskan agar masyarakat mulai berhati-hati menggunakan pembungkus makanan. Apa pasal? Ternyata bahan-bahan pembungkus itu tidak steril dari zat berbahaya jika penggunaannya tidak tepat. Misalnya saja, plastic yang banyak dipakai sebagai bahan dasar pembuat aneka barang baik itu perlengkapan rumah tangga, mainan anak, alat dapur dan masih banyak lagi.

Plastic memiliki banyak ragam, antara lain poli etilen, poli propilen, vinil chloride, vinylede chloride resin dan sebagainya. Masing-masing memiliki tingkat keamanan dan bahaya yang berbeda. Untuk pembungkus makanan, lebih aman memilih plastic berjenis poli etilen yang tampak bening, atau poli propilen yang lembut dan agak tebal. Adapun pembungkus permen biasanya dipakai plastic jenis vinil chloride yang tipis.

Disebut bahwa tingkat bahaya dari masing-masing jenis plastic itu berbeda-beda. Beberapa factor turut berpengaruh. Antara lain material plastic, jenis makanan yang dibungkus, lama kontak antara makanan dengan plastic, juga suhu makanan atau ruang penyimpanan. Plastic sendiri tersusun dari bahan polimer, yakni rantai panjang dari satu-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer (bahan-bahan pembentuk plastic).

Apa yang menjadi kekhawatiran para ahli kesehatan adalah, bila makanan-makanan tadi dibungkus menggunakan plastic, dimungkinkan monomer tersebut berpindah ke dalam makanan. Dan saat dikonsumsi, maka monomer pun masuk ke dalam tubuh seseorang. Jika ini yang terjadi, jelas akan bermasalah mengingat bahan kimia itu tidak larut dalam air sehingga sulit untuk dibuang keluar.

Pada akhir terjadi penumpukan bahan-bahan kimia ini di dalam tubuh. Bila terjadi dalam waktu yang lama, hal ini bisa memicu timbulnya penyakit kanker serta memengaruhi fungsi syaraf pusat, seperti menurut hasil sebuah penelitian di Jepang. Rinciannya, poli stiren bisa menyebabkan kanker, mengganggu system saraf pusat, poli vynil chloridda dan vinyldene chloride resin adalah bahan dioksin, yaitu senyawa kimia sebagai penyebab utama kanker karena beracun.

Bagaimana perpindahan monomer plastic ke dalam makanan dapat terjadi, prose situ disebabkan beberapa hal, seperti panas, asam dan lemak. Suhu tinggi dari makanan justru akan mempercepat perpindahan zat kimia ini. Salah satu indikasinya adalah plastic itu akan terasa lemas dan tipis saat makanan bersuhu panas dimasukkan ke dalam plastic tadi.

Jadi, sangat disarankan agar tidak menuangkan makan atau minuman bersuhu tinggi ke dalam pembungkus berbahan plastic sebagai pembungkus, usahakan secepat mungkin memindahkan makanan ke wadah yang aman. Selain itu, patut diwaspadai pula permen yang telah lengket dengan pembungkus akibat leleh oleh panas.

Demikian pula dengan sterofoam yang pada dasarnya terbuat dari poli stiren. Bahan ini tak kalah berbahaya dengan plastic. Dari hasi survey di AS, 100 % jaringan lemak orang Amerika mengandung stiren dari Styrofoam. Kandungan stiren bisa memunculkangejala gangguan saraf. Pada ibu hamil, menurut penelitian di New Jersey, stiren juga bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta. Dampak jangka panjangnya adalah gejala saraf seperti kelelahan, nervous, sulit tidur dan anemia.

Setelah mencermati sifat-sifat dari bahan plastic dan sterofoam ini, sepatutnya masyarakat lebih berhati-hati sebelum menggunkan keduanya. Tidak ada salahnya untuk mulali menggunakan bahan-bahan yang aman sebagai pembungkus seperti daun pisang, aluminium foil, juga bahan wadah tahan panas untuk lebih menjaga kesehatan tubuh. TABLOID REPUBLIKA

No comments:

Post a Comment