Monday, May 24, 2010

5 GAYA MENDIDIK ANAK PEREMPUAN


Punya anak perempuan memang beda. Bukan karena pilih kasih melainkan punya anak perempuan akan menjadi penghalang bagi orang tua dari api neraka.

Memang ikatan emosional antara ibu dengan anak perempuannya begitu kuat, berbeda halnya dengan sang ayah yang lebih dekat dengan anak laki-lakinya. Karena secara nalar anak merupakan versi baru dari orang tua mereka. Anak-anak merupakan cermin harapan, kekhawatiran dan perasaan orang tua mereka.

Bila orang tua menyadari keadaan diatas, tentu saja akan sangat membantu. Kalau tidak, justru bisa menjurus pada perilaku menyimpang. Alhasil, tak sedikit ibu yang merasa lebih senang punya anak laki-laki karena dianggap lebih “sederhana” dantidak macam-macam.

Padahal mendidik anak perempuan mengundang sejuta pahala dan menjadi penghalang bagi orang tua dari api neraka.

Disamping itu pula mendidik anak perempuan akan memberi banyak pengalaman pada seorang ibu karena kesempatan untuk menjalin persahabatan yang akrab. Sayangnya, banyak seorang ibu selalu melihat dirinya pada anak perempuannya. Akibatnya mereka ingin anak perempuanya dapat lebih banyak kesempatan atau ingin tetap berdekatan, padahal bersamaan dengan itu, anak ingin tetap melangkah dan memiliki kehidupan sendiri.

Tentu saja untuk mewujudkan hal ini tak mudah, seorang ibu paling tidak mesti mengetahui bagaimana gaya yang tepat dalam mendidik anak perempuannya.

Gaya keras

Ibu bergaya ini akan mudah lemetup bila diganggu oleh tangisan sang anak. Sekalipun tangisan itu timbul Karena si anak terjatuh. “Jangan nangis dong, nanti ibu pukul nih!” begitu kira-kira reaksi sang ibu.

Ada pesan kuat yang terungkap dari omongan si ibu tadi, “ah kamu tak penting, masa bodoh apa yang kamu rasakan, sedang ayik kerja eh diganggu.” Meski pesan tadi tidak tersurat, namunanak bisa merasakannya. Ia akan sangat terluka dan putus asa. Bukan tak mungkin ia juga merasa kesepian serta merasa ditolak.

Gaya tak peduli

Tipikal ibu yang bergaya tak peduli biasanya acuh terhadap kejadian yang menimpa anaknya, kurang pengawasan walau biasa saja secara fisik kebutuhannya mencukupi namun orangtua kurang melibatkan diri.

Gaya memanjakan

Ketika anak terjatuh misalnya, si ibu akan berlari secepat kital untuk membantu sang anak. Walau kedengarannya enak danbagai seorang ibu yang baik hati, namun mengandung pesan sangat penting, si anak seolah-olah merasa nyaman tapi juga ditumbuhi rasa kewajiban dan tanpa sadar juga ditumbuhi penolakan. Anak akan merasa lemah dan bingung di depan orangtuanya. Bukannya menjadi kuat danpercaya diri. Akibatnya, anak menjadi tak mandiri dan tak mengenal dirinya sendiri.

Seorang ibu yang punya gaya seperti ini perlu membangun rasa pengenalan diri yang kuat. Mungkin masa kecilnya terpusat pada orangtua yang memaksanya lebih cepat jadi dewasa dan menjadi pengelola keluarga. Bukannya mendapat kasih sayang. Bisa juga salah satu orang tuanya bersikap sangat memanjakannya.

Gaya asertif

Bila anak gadisnya terluka, dengan penuh kasih sayang seorang ibu bilan,”tanganmu luka? Aduh, kasihan. Mari sini, ibu bersihkan” kemudian, “Nah, gimana rasanya sekarang?”

Dalam kasus ini, anak tahu, diri dan perasaannya diperhatikan. Sang ibu mau dan siap menolongnya. Pertolongan itu ditawarkan dan bukan dipaksakan. Anak merasa nyaman, lega, aman dan dicintai.

Ini menunjukkan seorang ibu yang bergaya asertif lebihcenderung membiarkan anaknya tumbuh mendiri. Bila ada sesuatu masalah, si ibu membiarkannya bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada dirinya. Misalnya si ibu berkata, “sakit? Kamu bisa membersihkannya sendiri, khan? Atau perlu ibu Bantu? Ambil plester di lemari obat, ya!”

Gaya bersyarat

Kalau anaknya menagis ingin ikut ke warung, si ibu berkata “kalau menangis nanti ibu pulang dari warung tidak dibelikan kue lo.” Ini merupakan gaya ibu yang menghadapi anak dengan ancaman. Si anak harus memenuhi harapan orang tua terlebih dahulu, barulah kebutuhannya dipenuhi.

Hal ini mengandung makna bahwa, jangan menganggap kamu patut disayang sebelum menunjukkanbahwa kamu memang layak disayang. Tujuannya tak lain Karena si ibu memandang anak perempuannya sebagai dirinya sendiri. Ibu seperti ini biasanya ekstra rapid an kaku. Menetapkan standar tinggi bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

Dari ke lima gaya tersebut tentu saja tak ada yang ideal melainkan semua gaya bisa berjalan secara simultan dan kondisional tergantung kasus anak yang kita hadapi. Bisa saja dalam kondisi tertentu gaya bersyarat dengan sedikit kelenturan misalnya lebih baik dari gaya yang lain. Namun, pada kesempatan lain bisa juga gaya asertif cocok buat anda. Jadi tak terpaku dengan satu gaya khan. NABILA/1/2005

No comments:

Post a Comment