Thursday, May 13, 2010

MEMILIH SEKOLAH YANG TEPAT UNTUK SI KECIL



Saat ini banyak taman bermain dan taman kanak kanak yang memberikan berbagai penawaran menarik, sehingga muncul istilah sekolah plus. Jika mencari taman bermain yang berkualitas, ingatlah “kegiatan sekolah anak balita hanyalah bermain, bukan belajar yang sifatnya akademik”.



Jadi tekankan hal itu saat mencari taman bermain yang tepat. Hal itu juga berlaku untuk taman kanak kanak walaupun kegiatan-kegiatan berbau akademik sudah bisa mulai diselipkan. Bingung mau memilih sekolah yang mana? Ikutin panduan berikut dalam memilih sekolah yang tepat untuk si kecil.

  • Apa saja rutinitas kegiatan sekolah sehari-hari? Mintalah guru di sekolah itu untuk menjelaskan kegiatan apa saja yang dilakukan setiap hari, pastikan ada keteraturan di dalamnya. Dengan adanya keteraturan itu, si kecil dapat memperkirakan deretan kegiatan apa saja yang harus dilalui setiap harinya
  • Apakah ada fleksibilitas dalam hal peraturan? Yang dimaksud dengan fleksibilitas adalah bagaimana guru-guru di sekolah itu merespon kebutuhan setiap muridnya, ketika terjadi sesuatu di luar rencana. Hal ini dapat dilihat secara langsung ketika dilakukan kunjungan dan melihat jalannya kegiatan di sekolah tersebut
  • Lupakan masalah akademik. Jika sekolah tersebut menjanjikan si kecil akan bisa membaca atau belajar komputer dalam waktu sekian bulan, sekolah itu bukanlah sekolah yang tepat untuk si kecil. Belum ada penelitian yang membuktikan bahwa ‘pengayaan’ di awal-awal seperti itu bisa menjamin anak lebih sukses di masa selanjutnya
  • Jangan terpengaruh pada prestasi anak lain. Jangan pernah terpengaruh dengan omongan orang tua lain yang membangga-banggakan prestasi anaknya yangsudah bisa membaca atau berhitung meski usianya masih di bawah 5 tahun. Ingatlah kembali, pada tahap ini, anak belajar lewat kegiatan bermain
  • Apakah sekolah itu bisa mengembangkan imajinasi anak? Bermain imajiner sangat penting untuk anak pada tahap ini. Karena itu, pastikan sarana bermain imajiner ada di sekolah itu. Apakah sekolah menyediakan permainan memanjat, baju kostum, bermain dengan boneka,dan permainan sejenis yang membantu mengembangkan imajinasi anak?
  • Apakah reputasi sekolah itu cukup baik? Carilah informasi mengenai sekolah tersebut dari beberapa orang tua murid di sana, tentunya akan ada pendapat positif dan negatif. Untuk membuktikannya, datanglah ke sekolah tersebut dan amati murid-murid di sana. Apakah murid-murid tersebut terlihat senang bersekolah di sana atau tidak? Bila jawabannya kurang memuaskan, cari saja alternatif lain
  • Memiliki peraturan jelas. Meski diharapkan pihak sekolah tidak terlalu kaku dalam menerapkan aturan, tetap saja ada aturan tertulis yang jelas yang berlaku di sekolah tersebut. Hal ini sangat penting, terutaman menyangkut hal-hal yang darurat dan menyangkut keamanan murid di sekolah tersebut
  • Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.Sebisa mungkin, carilah sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Dengan begitu energi si kecil tidak akan habis terkuras karena harus berlama-lama di jalan
  • Jam belajar tidak terlalu lama. Sekali lagi, sekolah untuk anak balita adalah sekolah sambil bermain dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena itu, hindari sekolah yang memiliki jam belajar terlalu lama hanya karena ingin muridnya bisa lebih cepat membaca atau menulis dan berhitung. Selain itu sekolah yang baik adalah sekolah yang memberikan waktu lebih banyak untuk siswanya mengeksplorasi bahan-bahan pelajarannya sambil bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya, bukan sekolah yang mengharuskan siswanya terus menerus duduk dalam kegiatan belajar
  • Memiliki kurikulum yang bagus. Sekolah seharusnya memiliki jadwal harian yang mencakup kegiatan fisik dalam waktu cukup banyak,kegiatan pasif di dalam kelas misalnya mendengarkan dongeng bersama sama, kegiatan berkelompok, bersosialisasi, membuat prakarya, kegiatan individual, makan bersama, dan jam bebas. Intinya sekolah memiliki kurikulum baik, yang bisa merangsang tumbuh kembang si kecil dengan cara yang menyenangkan. Satu hal yang perlu diingat, jangan menilai sekolah berdasarkan berapa banyak angka dan huruf yang bisa dipelajari si kecil. Karena sesuai namanya, taman bermain adalah tempat anak belajar lewat kegiatan bermain, bukan lewat kegiatan belajar yang kaku. Kalaupun konsep-konsep tersebut mulai diajarkan, pastikan semuanya dipelajari lewat kegiatan bermain. Misalnya belajar angka lewat kegiatan masak-masakan
  • Staf yang kompeten. Pastikan staf-staf di sekolah itu memang kompeten dan tahu benar cara menangani anak balita. Untuk mengetahuinya, bisa dilihat dari cara para guru memperlakukan murid-muridnya serta disiplin yang diterapkan. Carilah sekolah dengan jumlah staf yang memadai, sehingga si kecil mendapatkan perhatian sesuai kebutuhan mereka.Idealnya, perbandingan jumlah guru dan murid adalah 1:7. Satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 14 murid dan diajar oleh dua orang guru
  • Fasilitas yang bersih dan aman. Sekolah yang baik adalah sekolah dengan fasilitas yang baik dan aman, karena itu pastikan sekolah tersebut terjamin kebersihan dan keamannya. Perhatikanlah, apakah mainan dan peralatan lain yang tersedia dalam kondisi baik dan aman untuk si kecil, benda-benda yang berpotensi menimbulkan bahaya disimpan diluar jangkauan balita. Pastikan juga sekolah memiliki area bermain di luar yang cukup luas, bila tidak ada, pastikan area tempat bermain di dalam ruangan berukuran cukup luas. Dan yang tidak kalah penting adalah kebersihan kamar kecil dan fasilitas laiinya seperti tempat cuci tangan.
Beberapa pertanyaan berikut juga perlu ditanyakan kepada pihak sekolah sebelum mengambil keputusan :

  1. Sejak kapan sekolah tersebut didirikan?
  2. Pengalaman apa saja yang dimiliki guru-guru di sana?
  3. Seperti apa rutinitas yang diterapkan setiap harinya?
  4. Seberapa jauh keterlibatan orang tua dalam kegiatan-kegiatan di sekolah?
  5. Apakah orangtua bisa meminta waktu khusus jika sewaktu-waktu ingin mendiskusikan perkembangan si kecil dengan gurunya?
  6. Bagaimana cara sekolah menerapkan disiplin pada siswanya?
  7. Apakah ada ruang terbuka dan seberapa sering digunakan?
  8. Apakah sekolah mengadakan kegiatan jalan-jalan bersama?
  9. Bagaimana dengan jadwal libur sekolah?
  10. Apa kebijakan yang diambil pihak sekolah jika ada anak yang sakit atau cedera?
  11. Apakah anak-anak si sekolah tersebut terlihat ceria dan kreatif?
  12. Apakah ruang kelas dihiasi karya seni para murid? (hal ini menunjukkan guru-guru yang menghargai kreativitas murid)
  13. Apakah guru-guru di sekolah itu terlihat menikmati pekerjaan mereka?






Kiat Dari Seorang Psikolog Dalam Memilih Sekolah Yang Tepat Bagi Anak



Kapan sebaiknya mulai mencari sekolah untuk anak? Apa pula yang harus diperhatikan dalam memilih sekolah untuk anak? Berikut kiat-kiatnya dari seorang psikolog anak.



Tak lama lagi, tahun ajaran baru akan datang. Itu berarti, saatnya bagi orangtua untuk kembali berpusing-ria memikirkan dan mencari sekolah bagi anak-anak mereka. Memilih sekolah bagi anak memang gampang-gampang susah. Orangtua harus jeli dan tahu kebutuhan anak. Salah memilih sekolah, bisa berakibat buruk, bahkan berdampak panjang.



Menurut psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI, Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi., ada dua faktor terpenting yang harus diperhatikan orangtua dalam memilih sekolah bagi anaknya, yaitu kondisi dan kebutuhan anak.



"Jika anak mudah sakit, misalnya, sebaiknya pilih sekolah yang lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah. Atau, jika anak mempunyai hambatan bicara, sebaiknya jangan pilih sekolah bilingual yang nantinya justru akan membebani anak," katanya.



Selain kedua faktor tadi, aspek-aspek penunjang lain juga turut memengaruhi pemilihan sekolah. Misalnya kemampuan finansial orangtua.



Lantas, sejauh mana, sih, kebutuhan seorang anak masuk Kelompok Bermain (KB)? Menurut Vera, anak sebenarnya belum "wajib" bersekolah hingga usia 3 tahun. "Pasalnya, stimulasi yang dibutuhkan anak di masa usia ini sebenarnya masih dapat dipenuhi di rumah," kata Vera.



Namun, tidak setiap lingkungan rumah dapat memenuhi kebutuhan anak, dan belum tentu tahu kebutuhan anak secara tepat, apalagi jika kedua orangtua bekerja dan anak di rumah hanya bersama babysitter atau pembantu. "Nah, KB memberikan alternatif yang sangat membantu orangtua untuk memenuhi kebutuhan stimulasi anak secara tepat," jelas Vera.



Bagi anak-anak yang memiliki hambatan tertentu, seperti hambatan bicara atau sosialisasi, ada baiknya 'bersekolah' lebih awal. Namun, lanjutnya, tetap saja, sekali lagi, orangtua harus selektif betul dengan pilihan KB yang akan dimasuki anak. "Pastikan anak senang dan sekolah tidak membebani anak," ujar Vera.



Patut diingat, KB/ TK adalah lingkungan belajar pertama bagi anak, jadi pandangan anak tentang sekolah mulai dibentuk dari KB atau TK ini. "Apakah sekolah itu menyenangkan bagi seorang anak, bisa ditentukan dari pengalaman pertamanya ini."



Untuk level KB/TK, anak mungkin tidak dapat langsung ditanyai dan mengungkapkan pendapat dengan baik. Lagipula kemampuan kognitif mereka belum memadai untuk mempertimbangkan pilihan semacam ini dengan bijak. Kendati demikian, ujar Vera, anak tetap dapat "dimintai pendapatnya" atau dilihat kesukaaannya pada suatu sekolah dengan cara membawa anak ke semua calon sekolah yang ada, yang sebelumnya telah diseleksi dulu oleh orangtua.



"Hampir semua sekolah sekarang ini sepertinya menawarkan class trial. Orang tua sebaiknya memanfaatkan penawaran ini sebaik-baiknya sebagai suatu cara melihat sekolah mana yang disukai anak. Pilih sekolah dimana anak merasa senang dan menikmati aktivitas belajarnya," saran Vera.



AJAK DISKUSI



Seiring bertambahnya usia anak, minat atau kesukaan pada sebuah sekolah juga menentukan, khususnya di tingkat SMP dan SMA. Di sini, jelas Vera, anak sudah punya pilihan sekolah sendiri yang juga patut dipertimbangkan. Bagi anak-anak yang hendak melanjutkan ke SMP dan SMU, sebaiknya pilihan sekolah mana saja yang akan dituju, dibahas bersama anak. "Di usia ini anak sudah bisa diajak berdiskusi tentang pilihan sekolah, jauh-jauh hari sebelum ujian masuk."



Bagi yang mau masuk SMP, pembicaraan sekolah mana yang akan dituju sebaiknya sudah dilakukan sejak awal kelas 6 SD. "Jadi, usaha belajar anak lebih fokus pada SMP yang menjadi targetnya. Sementara, orangtua tinggal memantau kapan pendaftaran di sekolah bersangkutan dimulai," lanjut psikolog yang juga praktek di Klinik RMC Depok.



Sekarang ini, imbuhnya, orangtua memang harus mengikuti aturan main sekolah yang bersangkutan. Jadi, akan sangat membingungkan jika pemilihan sekolah tidak direncanakan atau tidak ditargetkan jauh-jauh hari.

Anak juga sedini mungkin sudah harus mulai diajak berdiskusi tentang sekolah pilihannya. "Ajak mereka berdiskusi pada saat mereka siap dan bisa diajak berdiskusi tentang pilihan apapun," kata Vera.





Untuk pilihan sekolah, biasanya mulai pada saat mau masuk SMP, kemudian ketika mau masuk SMA. Tidak tertutup kemungkinan anak juga sudah punya pilihan ketika mau masuk SD, "Tapi di usia ini memang orang tua yang lebih dominan menentukan."



Di usia SMP dan SMA, anak masih dalam masa remaja dimana mereka juga sedang membentuk jati diri. Nah, keleluasaan menentukan pilihan secara mandiri, termasuk pilihan sekolah, akan sangat menunjang proses ini. "Saya pernah mendapatkan kasus dimana anak mengalami kegagalan terus-menerus di sekolah sampai kuliah, karena merasa SMP-nya yang dulu adalah pilihan yang salah dan menyalahkan orangtua karena memaksanya bersekolah di sekolah itu".



Selain contoh di atas, dampak lain yang mudah terlihat adalah anak menjadi kurang bersemangat ke sekolah. Anak juga akan terus-menerus mengeluh tentang sekolahnya, sering murung sepulang sekolah, dan sebagainya. "Prestasi anak pun bisa terganggu. Pada anak, kuncinya sebenarnya mudah saja, kok. Asalkan mereka merasa senang, potensi diri mereka pun akan teraktualisasi dengan optimal," kata Vera.



SEKOLAH UNGGULAN



Bagaimana dengan sekolah unggulan atau favorit? Kebanyakan orangtua memang menginginkan anak-anak mereka masuk sekolah favorit, dengan beragam alasan. Bahkan, meski harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit sekalipun. Padahal, belum tentu sekolah favorit cocok bagi anak. Lalu, apa, sih, sisi positif dan negatif sekolah unggulan/favorit?



Sekali lagi, kata Vera, semuanya terpulang pada kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. Sekolah favorit bisa menjadi negatif jika memang tidak sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan minat anak. Setiap sekolah unggulan biasanya memiliki standar tertentu (bukan hanya sebagai kriteria masuk, tapi juga standar dalam proses belajar seterusnya selama di sekolah itu).



"Nah, standar inilah yang patut menjadi pertimbangan orang tua dan anak, apakah sekolah itu sesuai atau tidak bagi anak," kata Vera yang juga psikolog anak di sekolah Cikal dan Pilar. Standar ini tidak hanya meliputi standar akademis, tapi juga norma sosial dalam sekolah itu seperti apa. Misalnya, apakah pergaulan di sekolah tersebut sangat eksklusif dan hanya dari golongan ekonomi tertentu saja.



Untuk level SD, SMP, dan SMA, hal semacam ini perlu dipertimbangkan, karena di sekolah, anak bukan hanya sekadar belajar di bangku kelas, melainkan juga belajar bersosialisasi.



Yang penting, saran Vera, "Mencari sekolah harus realistis, sesuaikan dengan kemampuan anak, baik akademis maupun sosialisasi. Hindari terlalu memaksakan kehendak pribadi orang tua, sehingga malah membuat anak merasa tersiksa di sekolah."



Sumber: www.beritaterkinionline.com &

HASTO PRIANGGORO (http://tabloidnova.com)


No comments:

Post a Comment