Thursday, April 1, 2010

TV MERUSAK OTAK ANAK



Kedengarannya ekstrim. Tapi ini salah satu pernyataan seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua untuk mengurangi waktu menonton TV demi perkembangan dan kesehatan otak anak agar terjaga dengan baik.
Ini pernyataan Susan R. Johnson, MD., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan. Ia melihat betapa banyak anak berusia 8-11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. “Kalau saya tunjukkansejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa berarti tapa masukan visual lalu saya suruh mereka menuliskan huruf tertentu mereka tidak bisa.

Susan kemudian menganalisa sendiri lewat sebuah pertanyaan, “apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan? Berapa banya kemampuan otak yang hilang atu bahkan tidak berkembang akibat kebiasaan itu?
Pada akhirnya setelah meneliti kemampuan ribuan sambungan antarneuron di otak, televisi ternyata mengacaukan sambuangan antarneuron yang notabene perkembangannya justru sangat pesat di usia anak-anak. Sebagai catatan, perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan mulai otak primitive (action brain yang mendorong perilaku dan mengatur fisik kita untuk bertahan hidup), otak limbic (felling brain yang membentuk perasaan) dan akhirnya ke neocortex (thought brain, otak piker yang menciptakan penggambaran, angan-angan, intuisi, inspirasi dan imajinasi. Televise sesungguhnya hanya memberikan informasi kepada dua indera : mata dan telinga. Padahal ketajaman visual danpandangan tiga dimensional pada anak belum berkembang sepenuhnya sampai usia empat tahun. Gambar yang dihasilkan layer televise itu gambar dua dimensi, tidak focus dankabur karena tersusun dari titik-titik sinar. Itu membuat mata anak-anak harus dipaksa bekerja agar gambar menjadi jelas.
Padahal keterampilan visual perlu dikembangkan dalam kaitannya dengan membaca efektif. Saat menonton, pupil mata anak tidak melebar, dan nyaris tidak ada gerakan mata yang justru penting dalam kegiatan membaca. Mata dituntut terus bergerak dari kiri ke kanan halam saat membaca. Sisitem visual pada manusia meliputi kemampuan mencari (search out), memindai (scan), memfokus, dan mengidentifikasi apa yang masuk ke bidang pandang. Kediatan menonton TV pada usia dini pada akhirnua mengganggu latihan kemampuan tersebut.
Kemampuan untuk memusatkan perhatian juga mengandalkan system visual ini. Sementara itu gambar-gambar televisi yang berubah secara cepat tiap 5-6 detik pada kebanyakan tayangan acara dan 2-3 detik pada iklan membuat otak piker tidak punya kesempatan memproses imej.
Membaca buku, berjalan-jalan di alam, atau bercakap-cakap dengan orang lain dimana anak punya kesempatan untuk merenung dan berpikir jauh lebih mendidik daripada menonton TV. Menatap perpindahan gambar yang tak henti danberubah dengan cepat secara tiba-tiba malah menimbulkan potensi anak yang selalu cemas. Mengapa? Karena televise meletakkanbelahan otak kiri dan sebagian belahan otak kanan ke dalam gelombang alfa (slow wave if activity). Televise membius fungsi-fungsi otak piker dan merusak keseimbangan serta interaksi antara belahan otak kiri dan kanan. Secara umum, membaca menghasilkan gelombang beta cepat dan aktif, sedangkan menonton televise meningkatkan gelombang alfa lambat dibelahan otak kiri dan kanan. Belahan kiri merupakan pusat penting dalam kegiatan membaca, menulis dan berbicara. Otak kiri merupakan tempat di mana symbol-simbol abstrak (misalnya huruf-huruf alfabet) dikaitkan dengan bunyi. Sumber cahaya televise yang berpendar dan bergetar diduga ada kaintannya dengan meningkatnya aktivitas gelombang lambat itu.
Otak primitive tidak dapat membedakan mana gambar riil dan mana gambar di TV karena penglihatan merupakan tanggung jawab otak piker. Karena itu, ketika TV menayangkan gambar-gambar cloxe up dan gambar-gambar bercahaya secara tiba-tiba, otak primitive bersama otak limbic segera menyiapkan respon “hadapi atau lari” dengan melepaskan hormone dan bahan kimia ke seluruh tubuh.
Karena terjadi dalam tubuh tanpa diikuti gerakan-gerakan yang sesuai dari anggota badan, makan acara-acara TV tertentu sesungguhnya meletakkan kita ke dalam suatu keadaan stress atau kecemasan kronis. Berbagai studi menunjukkan pada orang dewasa yang mengalami stress kronis pertumbuhan belahan otak kirinya terhenti (atrophy).
Ketika otak anak dipapari rangsangan visual sekalidus suara, yang diserap hanyalah bisualnya. Illustrasi tentang fenomena ini dapat dilihat pada sekelompok anak (6-7 tahun)yang disuguhi tontonan video yang suaranya tidak sesuai dengan gerakan visualnya. Begitu ditanya, mereka tidak ngeh kalau suara dan gambarnya tidak klop. Itu artinya, mereka tidak menyerap isi tontonannya. Jadi, buat apa begitu lama menonton televise ?

6 KRITERIA TONTONAN AMAN

Tak semua film layak tonton. Bagaimana criteria tayangan yang pas untuk keluarga ? Riri Reza, sutradara / produser film anak, Petualangan Sherina dan Untuk Rena memberikan tip-tipnya untuk memilih tontonan yang pas bagi anak dan seluruh keluarga :
  • Ada pesan yang disampaikan. Tontonan yang baik haruslah mengandung pesan moral positif yang mudah dimengerti anak. Seorang anak akan memandang permasalahan dengan cara pandangnya sendiri yang masih naïf, jujur, dan serba hitam-putih. Karenanya tayangan yang bercerita kebaikan akan mengalahkan kejahatan masih relevan sebagai tontonan keluarga hingga kini. Contohnya tayangan : Charlie and the Chocolate Factory, Avatar, Pokemon, Cerita dari Negeri Dongeng.
  • Memenuhi fantasi anak. Seorang anak mempunyai imajinasi dan fantasi yang tidak terduga. Ia akan terhibur mankala menyaksikan Doreemon mengeluarkan piranti ajaib dari kantongnya atu serigala yang bisa terbang sesaat karena mengejar burung buruannya. Hal-hal yang menurut logika orang sewasa tidak masuk akal bisa jadi sangat dibutuhkan anak. Film yang menyajikan gambar-gambar dan musik yang indah juga bisa menjadi pilihan. Contoh tayangan : Doraemon, the Sound of Music, Petualangan Sherina, Barbie, chalk zone, The cars.
  • Tanpa kekerasan. Banyak penelitian terbaru di Amerika yang menyebutkan bahwa tayangan superhero seperti Superman, Batman sudah “tak layak tonton” untuk anak-anak sekarang. Sebab film-film superhero itu selalu bicara dengan bahasa kekerasan. Si jahat harus dihukum secara fisik, sperti dipukul hingga babak belur, ditembak mati dan sebagainya. Sedangkan sang jagoan tak pernah kalah, meskipun sudah terdesak diujung tiang gantungan, sesekali menyaksikan tayangan superhero tak masalah, namun sebaiknya mulai dibatasi. Seperti dikatakan Rosdiana S. Tarigan, M.Psi, MHPEd., yang dihubungi dalam kesempatan terpisah, tontonan yang aman untuk anak-anak, yakni tidak mengandung unsure seks, kekerasan, dan horror. Jadi pilihkan tayangan untuk anak yang memberikan alternatif penyelesaian masalah tanpa kekerasan. Selain tayangan sarat kekerasan, tayangan film horo juga bukan konsumsi anak-anak. Contoh tayangan : The Ommen, Hantu Jeruk Purut, dan sebagainya.
  • Diputar di waktu yang tepat. Akhir pecan dansore hari adalah waktu yang tepat bagi anak untuk menonton TV. Tayangan yang diputar diluar waktu tersebut, misalnya pukul 20.00 malam bukanlah pilihan bijak untuk anak-anak, sekalipun tanyangan tersebut film anak atau kartun.
  • Ekspresi yang ditunjukkan bersifat Universal. Tayangan untuk anak hendaknya mengekspresikan kasih sayang secara universal. Tak hanya sayang pada sesama manusia tapi juga pada tumbuhanm hewan dan sebagainya. Kadang banyak orang tua memaknai kasih sayang secara sempit misalnya dengan melarang anak melihat tayangan yang ada adegan pelukan dengan teman atau beberapa film Barat menayangkanekspresi sayan ayah-ibu dengan cara berciuman. Padahal lebihbijak kalau orang tua memberikan penjelasan saat mendampingi anak menyaksikan tayangan tersebut. Misalnya dengan mengatakan bahwa ciuman seperti itu hanya boleh dilakukan ayah dengan ibu, pelukan seperti itu hanya boleh dilakukan dengan kakak/adik atau teman sesama jenis dan seterusnya. Dengan begitu anak tidak bingung, sebab di satu pihak tak mungkin membendung derasnya arus informasi sedang di lain pihak harus ada batasan yang benar untuk anak. Contoh tayangan : Surat Untuk Sahabat, Denias.
  • Mengasah logika. Tayangan-tayangan yang mengasah logika bisa dijadikan pilihan. Misalnya mengajari anak tentang konsep warna, penjumlahan, nama benda dan sebagainya. Contoh tayangan : Teletubbies, Dora The Explorer, Blues Clues.
Sumber :NAKITA/404/2006

No comments:

Post a Comment