Saturday, April 17, 2010

ANAK JUGA BISA STRES


Stress ternyata tak Cuma monopoli orang dewasa. Bayi dan anak-anak pun bisa juga stress. Apa artinya dan bagaimana mengatasinya?

Waspadalah jika tiba-tiba si kecil yang biasanya periang dan aktif berubah malas, lesu dan pendiam. Jangan-jangan dia stress. Stress? Ya, jangan anggap stress Cuma dialami orang dewasa. Anak-anak, bahkan bayi juga bisa kena stress.

Stress pada anak tidak melulu terjadi di sekolah. Misalnya, gara-gara gurunya galak. Ia dapat timbul di mana saja, termasuk di rumah. Misalnya, kakak dan adik yang bertengkar berebut mainan atau karena ayah dan ibunya bertengkar. Pokoknya, jika ada ribut-ribut di rumah, sebetulnya sudah bisa menimbulkan stress pada anak. Terlebih lagi jika orang tua sampai cerai. Ini menimbulkan dampak stress yang lebih berat bagi anak.

Aneka penyebab

Stress pada anak biasanya bisa teratasi lebih cepat dan mudah. Sebaliknya stress pada orang dewasa biasanya lebih kompleks dan sering sukar diatasi. Dengan kata lain, stress adalah masalah yang umum terjadi pada setiap tinkatan usia.

Kalau ada stress, tentu saja ada penyebabnya (stressor).di dalam konteks ilmu psikologi atau pasutri, salah satu criteria untuk mendiagnosa anak yang mengalami kelainan adalah dengan mencari tingkat stressor. Cara mencari stressor pun macam-macam. Untuk menangani anak yang mengalami kesulitan belajar, misalnya, akan dicari tahu lebih dahulu penyebabnya. Ini biasanya dapat diketahui melalui konseling dengan orang tuanya. Dari situ bisa diketahui, stressor apa yang membuat anak mengalami stress.

Untuk anak usia sekolah lebih mudah karena sudah lebih bisa mengungkap perasaan atau isi hatinya. Misalnya, lewat cerita atau ungkapan mereka pada orang tuanya. Beda dengan bayi yang Cuma bisa menangis. Karena itu pula, stress pada anak, lebih mudah diatasi. Kendati bentuk dan wujud stress beragam, namun ada beberapa situasi yang secara umum dapat menyebabkan stress pada masa kanak-kanak. Kondisi tersebut anatara lain ketakutan dengan orang tua, dan ketakutan pada teman sebaya yang tidak akrab dengannya.

Seiring pertambahan usia, bentuk stress pun berkembang dan semakin kompleks. Anak yang sudah besar biasanya akanstres jika harus dirawat di rumah sakit, kelahiran adik, atau penceraian orang tuanya. Dirawat di rumah sakit, berarti ia harus berada di lingkungan yang tidak dikenalnya dengan baik. Belum lagi ia harus “berpisah” dari orang tua serta keluarganya, dan harus minum obat atau disuntik. Semua ini membuat perasaannya tertekan.

Kelahiran adik juga bisa membuat anak stress. Bukan karena perasaan takut, melainkan wujud dari rasa cemburu karena interaksi dirinya dengan ayan dan (terutama) ibunya menjadi terbatas. Si anak merasa ibunya semakin menjauhi atau hanya memperhatikan sang adik. Jika orang tua tak pandai-pandai mengatasinya, si kakak akan merasa stress.

Pensentasi penyebab stress yang paling tinggi pada anak adalah perceraian orang tua. Peringkat berikutnya adalah karena pindah rumah. Bagi orang dewasa, hal itu mungkin tak terlalu mengganggu. Tapi tidak demikian halnya bagi balita. Ia akan merasa kehilangan teman, lingkungan dan suasana. Belum lagi ia harus menyesuaikan diri dengan teman, lingkungan dan suasana di tempat baru. Semua ini amenimbulkan problema berat bagi anak.

Kronis dan akut

Meski kebanyakan anak mengalami stress karena sebab yang jelas, namun ada anak yang tertekan karena buruknya kondisis psikososial mereka. Stressor kondisi ini disebut stress yang bersifat kronis. Misalnya, anak-anak yang tinggal di perumahan kumuh, selalu hangar binger, atau kondisi rumah yang sempit sehingga tidak memberikan kebebasan baginya untuk bermain. Semua ini mempermudah anak mengalami stress.

Ia tak bisa bermain dan secara bebas mengembangkan imajinasinya, karena mainan dan ruangan yang diperlukannya sangat terbatas atau harus berebut dengan teman sebayanya. Dibandingkan stress yang akut, stress kronis relative lebih sulit diatasi. Selain lewat konseling, diperlukan pula terapi-terapi khusus lainnya sesuai permasalahan yang dihadapi. Misalnya, terapi bermain. Jadi, tak cukup hanya mengetahui latar belakang si anak dan hubungannya dengan orang tua, tapi harus pula diketahui, sejauh mana hubungan si anak dengan teman-temannya.

Biasanya dengan metode psikologi khusus, bisa diketahui jalan keluar yang harus diambil. Dari segi psikososial, anak yang tinggal di daerah kumuh biasanya lebih mudah terkena stress (bahkan mereka sering mengalami stress kronis) dibanding anak yang berada di perumahan yang lega dan hidup dibawah kasih sayang penuh orang tuanya. Dalam hal ini, kondisi kumuh tadi menimbulkan gangguan stressor yang rutin dan terus menerus. Akibatnya pun sangat serius. Antara lain dapat menyebabkan prestasi anak menurun.

Selain yang bersifat kronis, ada juga stress yang sifatnya akut, yaitu stressor yang datangnya tiba-tiba. Misalnya, anak yang tiba-tiba dicubit. Untuk mengatasi stressor tersebut, anak akan menjerit atau menangis.

Bisa diatasi sendiri

Tidak setiap masalah stress harus diatasi dengan menjumpai psikolog atau psikiater. Bahkan, anak pun bisa mengatasi stresornya sendiri. Tentu, cara anak mengatasi stresornya tak sama antara satu anak dengan anak lainnya. Ini erat kaitannya dengan beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, genetic, temperamen, proteksi, serta dikungan social dan hubungan pribadi. NABILA/I/2004


No comments:

Post a Comment