Saturday, April 17, 2010

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK


Kasus kekerasan seksual anak-anak di Indonesia selama beberapa tahun ini meningkat sangat tajam. Di wilayah Jawa Barat saja, dari data yang dihimpun dari Polda Jabar dalam kurun waktu 6 bulan (Oktober 2001-Maret 2002) telah terjadi 116 kasus kekerasan seksual pada anak-anak. Kasus-kasus itu meliputi 57 kasus perkosaan, 25 kasus pencabulan, 9 kasus sodomi, 1 kasus dibawah lari dan disetubuhi, 6 kasus dilacurkan, 9 kasus pelecehan seksual dan 9 kasus usaha perkosaan.

Data-data tersebut diatas hanyalah data mengenai kasus-kasus yang diungkap oleh pihak kepolisian, jumlah riil kasus yang tidak maupun belum terungkap bisa jadi jauh lebih besar lagi. Kasus perkosaan yang dilakukan oleh kerabat dekat korban misalnya, kasus-kasus semacam ini biasanya baru terungkap setelah berlangsung selama bertahun-tahun, sehingga diperkirakanmasih banyak kasus-kasus serupa yang tidak pernah terungkap, juga kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak jalanan. Begitu pula kasus pelacuran anak, walaupun kasus inimenunjukkankenaikan yang cukup tajam bahkan sering muncul dalam sejumlah pemberitaan di media-media massa, akan tetapi kasus ini tidak menjadi isu penting bahkan kurang mendapat perhatian public danpemerintah di Indonesia.

Kasus-kasus perdagangan anak-anak untuk dijadikan sebagai pekerja seks di Indonesia jarang terungkap karena licinnya sindikat perdagangan perempuna masih lemah dan korupnya lembaga penegakan hukum di negeri ini. Semenjak tekanan keras dari dunia Internasional sejumlah Negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Filipina yang sebelumnya terkenal dengan wisata seksnya termasuk seks anak-anak, memperketat pengawasan dan sanksi untuk menekan kasus seks anak-anak, mafia perdagangan anak perempuan danjuga para penikmat seks anak-anak memindahkan operasinya ke Indonesia. Kondisi kemerosotan ekonomi dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia menyebabkan arus perdagangan anak danperempuan dari sejumlah wilayah di Indonesia melonjak dengan tajam dalam lima tahun terakhir. Sehingga tidaklah terlalu mengejutkan kalau selama dua tahun berturut-turut Komisi Hak Asasi Manusia PBB memasukkan Indonesia dalam daftar hitam sebagai Negara yang tidak melakukan tindakan apa-apa untuk menghapuskan perbudakan dan perdagangan manusia.

Selain itu kasus perdagangan anak-anak tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan besar di Indonesia. Pasal 297 KUHP yang mengatur maslah ini hanya mengancam dengan vonis maksimal 4 tahun. Padahal di sejumlah Negara termasuk Amerika Serikat kasus seperti ini dianggap sebagai sebuah kejahatan besar dimana pelakunya bisa mendapat vonis penjara diatas 15 tahun. Bahkan berfantasi seksual dengan anak-anak pun dianggap sebagai sebuah kejahatan. Penangkapan besar-besaran di Inggris terhadapa sekitar 1200 orang pengunjung situs pornografi anak-anak di internet menunjukkan betapa seriusnya pemeritah Negara itu memerangi hal ini. Pemerintah Amerika Serikat pun tidak kalah galaknya, dua orang pengelola situs pornografi anak-anak yaitu Thomas dan Janice Reedy ditangkap oleh pihak Federal Amerika SErikat dan diajukan ke pengadilah. Thomas Reedy akhirnya dijatuhi hukuman 1.335 tahun untuk 89 tuntutan sementara Janice dihukum selama 14 tahun karena dianggap membantu tindak kejahatan ini. Bahkan FBI secara khusus sempat meminta pemerintah Indonesia untuk mengekstradisi dua orang warga Negara Indonesia yang memasok gambar-gambar porno anak-anak, akan tetapi ditolak oleh pemerintah dengan alas am belum ada UU yang mengatur masalah pornografi di Internet.

Begitu pula dengan persetubuhan dengan anak di bawah umur, pasal 287 KUHP hanya mengatur hukuman maksimal 9 tahun (diluar hubungan perkawinan), sementara pasal 288 memberi ancaman hukuman maksimal empat tahun (did lam hubungan perkawinan, dengan syarat menimbulkan luka). Hal ini diperparah lagi dengan dimasukkannya kasus ini sebagai delik aduan. Padahal di Negara liberal seperti Amerika Serikat kasus semacam ini adalah sebuah kejahatan besar yang diancam dengan hukuman minimal 10 tahun. Berdasarkan Undang-undang di Amerika Serikat bersetubuh dengan anak dibawah umur (14-18 tahun) digolongkan sebagai tindak perkosaan (statutory rape) walaupun dilakukan secara sukarela baik di dalam maupun diluar hubungan perkawinan. Pemerintah Filipina bahkan pengancam dengan hukuman mati untuk tindak perkosaan terhadap anak dibawah umur.

Hal-hal semacam inilah yang akhirnya menimbulkan kendala dalam penuntasan hukum kejahatan kekerasan seksual pada anak-anak. Selain itu pemerintah juga tidakmemiliki kebijakan untuk melindungi korban-korban kekerasan seksual terutama di kalangan anak-anak. Misal saja sulitnya korban perkosaan atau kekerasan seksual apalagi kalau sampai hamil untuk meneruskan studinya di tingkat dasar dan menengah. Sehingga korban perkosaan dan kekerasan seksual seringkali diperlakukan tindak manusiawi bahkan dianggap sebagai penyebab terjadinya perkosaan dan kekerasan seksual tersebut.

Memang ketika berpaling dari syariat Allah swt dalam menyelesaikan masalah, rasanya sulit sekali kita menemukan penyelesaian secara komprehensif pada hal agama kita telahmengaturnya. Misalnya , rajam bagi yang berzina. Kini, saat yang tepat bagi kita untuk kembali kepada syariat Allah swt dalam segala aspek kehidupan untuk kemaslahatan, InsyaAllah. NABILA/1/2004



No comments:

Post a Comment