Saturday, March 20, 2010

"MARAH ATAU TIDAK YA..?"

Jika tak dapat lagi mengendalikan diri karena perilaku si kecil yang tak menyenangkan di depan umum, apa yang sebaiknya Anda lakukan?

Mau diam apa tidak? Mama bilang tidak ya… tidak!” pekik Anda pada si kecil yang mengamuk siang itu di toko mainan di sebuah mal. Kemarahan Anda mencuat ketika si kecil memaksa minta dibelikan Barbie, dan tak dapat dibujuk. Semua mata memandang ke arah Anda berdua. Bukannya berhenti menangis, si kecil malah menambah amukannya dengan tendangan ke segala penjuru. Tangisnya pun semakin keras.

Berhenti atau Mama tinggal!” bentak Anda. Si kecil terdiam, hanya sejenak. Kemudian ia kembali mengamuk.

Saat anak mengamuk

Marah bisa jadi emosi tersulit yang harus diatasi orang tua. Apalagi bila banyak tuntutan pada diri Anda, sehingga Anda rentan terhadap stres. Ada satu saja pemicu, misalnya anak mengamuk, Anda bisa marah besar.

Menurut Warren Umansky, Ph.D , Child Development Specialist di webehave.com , anak lebih sering mengamuk di tempat umum. Si kecil tahu, kalau ia mengamuk di muka umum, keinginannya semakin mudah terkabul. Mengapa? Karena orang tua malu saat menjadi perhatian orang lain.

Temper tantrum (mengamuk) sebenarnya sesuatu yang normal dilakukan anak usia dua-tiga tahun. Demikian pendapat Mark Roberts, Ph.D ., profesor psikologi klinis di Idaho State University , Amerika Serikat. Menurut Roberts, mengamuk identik dengan menangis pada bayi. Ini adalah cara mereka berkomunikasi, karena mereka belum mampu mengungkapkan pikiran dan harapan mereka.

Ketika anak mengamuk di depan umum, ada dua masalah dihadapi orang tua. Pertama, orang tua kesal karena si kecil mengamuk agar kemauannya dituruti. Kedua, orang tua merasa malu, karena menjadi perhatian orang lain karena dianggap tak dapat mengontrol anak. Ini membuat orang tua terkadang tidak dapat mengendalikan diri sehingga marahlah yang muncul.
Umansky mengingatkan, ketika anak mengamuk, orang tua tidak perlu marah. Karena, hal ini dapat memberikan efek negatif pada anak. Si kecil bisa saja merasa malu dan marah, sehingga ia menangis lebih keras lagi.

Konsekuensi disiplin?

Sebenarnya, kemarahan orang tua pantas dilakukan dalam situasi pendisiplinan anak. Namun, Anda tetap perlu mengontrol kemarahan Anda. Karena, saat Anda marah, si kecil tidak mendapatkan alasan secara detail, apa yang membuat orang tuanya marah.

Di usianya kini, anak tengah belajar nilai-nilai dan perilaku yang benar. Sampai perilaku dan nilai ini terinternalisasi, wajar jika anak harus berkali-kali diingatkan. Si kecil pun tak jarang seperti menguji kekuatan Anda dalam menerapkan batasan. Misalnya, ia tetap makan sambil jalan dan berlarian, walaupun Anda telah melarangnya.

Namun, cerita jadi lain jika si kecil menguji kita ketika ada di depan orang lain. Misalnya, saat ia merusak kue ulang tahun temannya di depan anak-anak lain dan teman-teman Anda! Rasa malu, karena berpikir bahwa pasti orang tua lain menganggap Anda tak dapat mendidik dengan baik membuat, Anda tak mampu menahan marah.

Tanpa Anda sadari, reaksi Anda ini bisa membuat si kecil marah dan malu. Anak, yang memang senang bereksplorasi, merasa malu karena eksplorasinya kali ini mendapat tatapan tajam dan teriakan banyak orang (saat mencoba menyentuh kue ulang tahun yang demikian cantiknya). Kemarahan Anda, yang terkadang didasari rasa malu, juga membuat si kecil bingung: “Sebenarnya mengapa Mama atau Papa saya marah? Jika saya melakukan hal yang sama tapi di rumah, orang tua saya tidak marah”.

Kapan harus marah?

Jika marah bukan reaksi yang tepat untuk menghadapi perilaku salah si kecil, apa Anda harus mendiamkannya? Tidak juga. Tapi sebelum marah, coba periksa diri Anda, “Benarkan Anda harus marah?” “Apakah marah Anda beralasan atau marah Anda terpicu beban pekerjaan Anda yang bertambah?” Anda memang harus menginteropeksi diri. Introspeksi penting agar saat bertemu situasi yang sama, Anda tahu apakah perlu marah atau tidak.

Jika Anda termasuk orang yang mudah marah, mungkin Anda perlu mencari cara untuk mengontrolnya. Karena, anak akan meniru reaksi Anda. Selain itu, orang tua yang mudah marah juga membuat anak menciptakan mekanisme pertahanan diri sendiri.

Orang tua yang mudah marah biasanya membuat si kecil lebih pencemas. Anak kemungkinan mengembangkan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi rasa cemas ini, salah satunya dengan berbohong. Anak berbohong karena takut dimarahi orang tua.

Si kecil pun mungkin mengadopsi pertahanan menghindar. Ia berjingkat-jingkat saat berada di sekitar Anda, karena dia tak pernah yakin apa yang dapat membuat Anda marah atau tidak.
Anak-anak yang lain mungkin bereaksi terhadap marah Anda dengan agresi. Mereka mencoba mendebat Anda. Atau, sebaliknya, menunjukkan bahwa kemarahan orang tua mereka tidak berdampak pada mereka. Beberapa anak lain malah hanya tertawa-tawa atau terkekeh. Ini mereka lakukan karena nervous. Juga, untuk menyembunyikan rasa “sakit” dan malu mereka terima.

Menyiapkan anak

Saat Anda akan mengajak anak bertemu orang-orang lain, pastikan si kecil cukup istirahat, makan dan membawa sejumlah permainan. Tak jarang anak berulah karena lapar, mengantuk, atau bosan. Karenanya, hindari bertamu terlalu lama.

Jika akan membawa anak berbelanja atau berjalan-jalan ke mal, buat perjanjian apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Tetapkan aturan sehingga si kecil tahu apa yang diharapkan darinya.

Anda mungkin mengira, kemarahan dapat menghentikan ulah si kecil. Sayangnya, kemarahan malah membuat anak semakin frustrasi dan marah. Ancaman yang kerap menyertai kemarahan Anda, akan membuatnya takut. Pada akhirnya, anak semakin mengabaikan Anda. Daripada mengatakan, ”Jika kamu tidak mau bangun, Mama tinggal!” Lebih baik katakan, ”Jangan nangis lagi, ayo bangun!”
Jika anak mengamuk, Umansky menyarankan orang tua tidak memberi perhatian pada tingkahnya. Hal ini hanya memperkuat ide bahwa mengamuk adalah cara yang tepat untuk berkomunikasi.

Umansky menambahkan, jika si kecil mengamuk ajak dia ke tempat yang lebih tertutup dan pribadi. Misalnya ke mobil. Bicaralah pada anak atau tunggu beberapa menit hingga ia tenang.

Jika Terlanjur Marah

Sehabis marah, orang tua biasanya melupakan kejadian yang membuat marah. Berbeda dengan anak. Ia dapat saja merasa tidak dicintai, dipermalukan dan berbalik marah kepada Anda. Apa yang harus Anda lakukan?

• J elaskan kembali apa yang membuat Anda marah.
• Perilaku apa yang Anda harapkan dari anak.
• Jelaskan Anda kecewa dengan perilakunya yang tidak pantas, bukan karena dirinya.
• Jangan lupa minta maaf, terutama jika Anda marah berlebihan padanya.

Saat Melihat Orang Tua Lain Marah

Ada kalanya Anda ada pada posisi orang yang melihat orang tua lain memarahi anaknya. Anda jadi salah tingkah karenanya. Apa yang dapat Anda lakukan?

Bersimpati pada orang tua tersebut, dengan mengatakan, ”Anakmu tampaknya memang kelebihan energi.” Atau, “Anak saya biasanya juga begitu kalau sedang kecewa.” Ini berguna untuk mengalihkan kemarahan orang tua dari anak.
Memberikan pujian atau penghargaan bagi orang tua atau anak.
Katakan sesuatu yang postif. “Wah, anakmu besar dan kuat sekali ya. Berapa usianya?” Atau, “Wah, saya kagum dengan Anda lho. Mengajak balita belanja ‘ kan tidak mudah. Anda melakukannya dengan baik.”
Tawarkan bantuan Terkadang, kemarahan orang tua karena malu atas kekacauan yang dilakukan anaknya. “Membawa anak Balita ke pesta memang tidak mudah ya…. Ada yang bisa saya bantu?”

No comments:

Post a Comment