Sunday, July 17, 2011

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA




MENDULANG SETRUM DI ANTARIKSA

Negara-negara penghasil minya mulai mengalihkan perhatiannya ke energy pengganti. Cepat atau lambat, minyak bumi akan habis terkuras. Salah satu alternative yang dilirik, lagi-lagi energy surya!

Ya, energy matahari kelak bisa menjadi primadona baru. Dua proyek ambisius bisa membuat penelitian soal energy surya melesat jauh: pesawat bertenaga surya dan instalasi surya di ruang angkasa.

Proyek pertama sudah dimulai seiring dengan bergantinya abad. Pesawat yang diberi nama Helios (Dewa Matahari dalam mitologi Yunani) ini berbentuk aneh. Sayapnya merentang sepanjang 75 m. Nyaris tanpa suara, tanpa awak, pesawat ini pada tanggal 13 Agustus 2001 menoreh sejarah penerbangan dengan menembus ketinggian hingga 28,5 kum, menumbangkan rekor sebelumnya atas nama pesawat Lock heed SR-71 setinggi 25 km.


Helios akan melakukan revolusi di bidang industry satelit,” ujar kepala proyek NASA, John Del Frate. Helios diharapkan segera melintas di laposan stratorfer (pada ketinggian 20 an km).
Lalu, apa sih revolusi yang akan digerakkan oleh si Helios ini?

MALAM BUKAN HALANGAN

Inilah fakta utamanya 14 mesin propeller pada Helios mampu menerbangkan pesawat berbobot 750 kg itu dalam waktu lama dan praktis tanpa batas plus kawasan seluas500 km2 yang bisa menjadi tempat bagi sinyal-sinyal telekomunikasi macam teve, telepon, dan internet. Itu belum seberapa. Soal harga, “Sebuah satelit harganya sekita AS$10 juta,” ujar Del Frate.
Berbeda dengan satelit, pesawat bertenaga surya cukup mudah direparasi dan ditambah modul-modul tertentu sesuai keinginan. Promosi Del Frate, pesawat ini lebih fleksibel dibandingkan dengan balon dan lebih akurat ketimbang pesawat terbang. Bahkan Helios bisa mencium jejak kapal tengker yang digunakan untuk menyelundupkan minyak. Karena tanpa awak, “Dewa Matahari “ ini dikendalikan dari jarak jauh.

Helios juga diprediksi bisa melaporkan kondisi planet Mars. Dengan rekor ketinggiannya, Helios bisa terbang diatas kawasan luas pada ketinggian yang bisa diadu dengan satelit dan memancarkan gambar serta data lebih tajam ke Bumi.

Kunci utama kekuatan Helios adalah 65.000 sel surya yang terintegrasi di dalam rangka pesawat. Sel ini mengubah sinar matahari menjadi listrik. Karena terbang diatas awan, makan mendung atau awan tak menjadi alangan bagi pesawat ini untuk mendapatkan energy. Bagaimana saat malam hari? Apakah pesawat kehilangan energy dan melayang turun ke bumi? O, tidak. Ada sisitem akumulator yang memisahkan air secar elektronis. Pada malam hari, zat tadi digabungkan kembali menjadi bahan bakar. Sekarang sedang dikembangkan sel surya yang ringan dengan kinerja yang bertambah.

Pesawat bertenaga surya adalah kunci menuju penerbangan pesawat antarplanet, atau misi antarbintang,” kata Lousi Friedman, mantan kepala Jet Propulasion Laboratory NASA dengan yakin. Nantinya, era pesawatkonon akan mengarah ke era pesawat laser. Bukan lagi supersonic. Melihat jeda 50 tahun untuk bermetamorfosis dari pesawat pertama ke pesawat jet supersonic, Friedman optimis selama itu pula pesawat bertenaga surya.

Tak hanya pesawat yang digerakkan sel surya. Ada Solar Sailor, sebuah kapal wisata milik Australia yang memanfaatkan Matahari untuk melajukan kapal melalui pelabuhan Sydney. Bentuknya, lagi-lagi aneh. Sel surya terhampar tidak hanya di haluan, tapi kapal sepanjang 21 m ini memiliki lempengan-lempengan mirip layar yang berisi sel pengumpul sinar matahari.
Jerman tak mau ketinggalan dengan meluncurkan Helio. Jika Helios diatas, Helio cukup di bawah saja. Maklum, ini feri terbesar di Jerman yang digerakkan tenaga surya. Sebanyak 52 modul sel surya menjadi sekondan aki kapal sepanjang 20 m itu. Feri dengan emisi nol dan berpenumpang 50 ini bisa ngebut dengan kecepatan 15 km/jam. Wushhh.. tak kalah dengan feri konvensional.

SATU HASIL : LISTRIK !

Lalu, inilah proyek ambisius yang bisa menyingkirkan minyak bumi sebagai sumber energy umat manusia: PLTS alias pembangkit listrik tenaga surya. Apa ambisiusnya?
PLTS itu bukan dibangun di bumi, tapi jauh diatas sana, di luar angkasa. Begitulah, seperti yang tercantum dalam kertas kerja Air and Space Power for the 21st Century, NASA menggagas untuk membangun instalasi tenaga surya komersial yang besar di ruang angkasa. Waktunya, kemungkinan besar pada decade mendatang. Teknisnya, keeping-keping raksasa dengan elemen sel surya yang akan mengubah sinar Matahari menjadi listrik ditempatkan 36.000 km diatas bumi, dan energy yang terkumpul di pancarkan ke bumi melalui pemancar gelombang mikro.
Keeping surya berdiameter 10 km itu mampu menghasikan 10.000 megawatt (MW) listrik pertahunnya, setara dengan delapan instalasi nuklir besar. Menurut NASA, modul-modulnya sendiri sudah bisa dibikin beberapa tahun lagi.

Modul-modul itu kemudian dirangkai di luar angkasa sana. Kedalanya soal biaya. Pengiriman modul menggunakan pesawat ruang angkasa masih terlalu mahal dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh.

Toh, ambisi tadi masih bisa dibumikan. Instalasi tenaga surya di California, misalnya, mampu menghasilkan 354 MW listrik setiap tahun dari enam instalasinya. Ini setara dengan pembangkit listrik bertenaga batu bara tingkat menengah. Prinsip PLTS darat ini sederhana saja. Sel suya mengumpulkan panas yang digunakan untuk menguapkan air. Uap lalu disalurkan untuk menggerakkan turbin dan genenrator. Hanya, “perlu dipikirkan lagi segi ekonominya, karena panas dari tenaga surya hanya berfungsi di kawasan-kawasan yang mataharinya terbit secara tetap,” kata Gerd Eisenbeiss dari Pusat Penelitian Juelich.

Masih di California, dikembangkan model berbeda. Sejumlah besar cermin yang disusun membentuk lingkaran mengumpulkan sinar matahri yang ditangkap sebuah menara yang berada di pusat lingkaran. Panas yang dihasilkan bisa mencapai 600 derajat celcius dan cukup untuk menghasilkan uap air yang bisa menggerakkan turbin.

Cara serupa dilakukan Spanyol yang membuat dua instalasi PLTS berdaya 50 MW. Cuma kerjanya berbeda dengan PLTS di California. Disini, cermin-cermin cekung yang tertata diatas lahan seluas 500.000 m2 mengumpulkan panas yang ditangkap dan sinar matahari. Panas ini “ditembakkan” ke pipa yang didalamnya mengalir minyak. Nah, panas dari minyak ini akan mendidihkan air dan keluarlah uap.

Berbeda lagi dengan yang dilakukan sebuah PLTS percontohan di Manzanares (Spanyol). Instalasi milik Jerman dan Spanyol ini memanfaatkan efek tekanan udara akibat perbedaan panas. Prinsipnya mirip efek rumah kaca. Udara yang mengalir akibat perbedaan temperature tadi dialirkan ke sebuah cerobong yang akan menggerakkan sebuah turbin. PLTS percontohan itu bisa menghasilkan 50 KW dengan cerobong setinggi 195 m dan bidang pengumpul berdiameter 240. PLTS sejenis akan dibangun di Afrika dan Arab dalam skala besar dengan daya 100 MW. Dibandingkan dengan cara diatas, model ini lebih baik karena bisa bekerja meski langit mendung.

PLTS Mecklenburg-Vorpommern di timur Jerman justru langsung memanfaatkan sinar matahari dengan mengubahnya menjadi listrik. Ada sekitar 10.000 modul fotovotaik terpasang di sebuah bekas gudang mobil tentara yagn bisa menhasilkan daya 5 MW itu setara dengan kebutuhan listrik 1.250 rumah tangga.

UNTUK PENDINGIN RUANGAN

Revolusi lain adalah sebuah paradox. Mengguankan panas matahari untuk menyejukkan rumah! Semakin cerah matahari, semaki dingin temperature dalam sebuah ruangan. Kejadian seperti itu bisa dialami mereka yang berkantor di Greiburg, barat daya Jerman. Disinilah AC pertama Jerman yang bekekrja berdasarkan sinar Matahari. Udara luar yang lembab dan panas diserap dan dikeringkan dengan unsure silikat-granulat yang mengikat air. Udara ini kemudian “didinginkan “, yang kemudian dihembuskan kedalam luar ruangan. Digunakan silikat-granulat, karena unsure ini mengeluarkan panas bila dilembabkan.

Peran sinar matahari mengeringkan silikat-granulat yang kuyup oleh air, serta mempersiapkan siklus dingin berikutnya. “AC bertenaga surya memiliki potensi ekonomi yang besar,” kata Carsten Hindenburg dari Frauenhofer Institut. Kala musim panas, gedung berkaca besar di Feriburg tentunya membutuhkan energy yang besar untuk mendinginkan ruangan di dalamnya.
Selain mendinginkan, tentunya bisa pula memanaskan ruangan. Ketika musim dingin, peran pemanas sangat vital. Saying, sinar Matahari di musim dingin tak segalak musim panas. Tapi berkat silikat-granulat itu, persoalan bisa diatasi. Di musim panas, silikat-granulat menyerap air yang kemudian disimpan dalam sebuah tanki, sinar matahari yang lemah cukup untuk menguapkan air di tangki hampa udara dalam suhu rendah. Bila uap itu mengenai unsure kering silikat-granulat, panas ini akan dilepaskan dan memanaskan air di alat pemanas Loteng bervolume 12 m3 dan bidang pengumpul sinar matahari berukuran 35 m2 cukup untuk sebuah rumah menengah.

Berbicara soal pengaturan suhu ruangan, Cina sedang mengupayakan cara lain. Sejumlah peneliti di Universitas Tongji, Shanghai, mengembangkan warna yang peka terhadap panas. Rumah-rumah di musim panas akan menjadi sejuk dan di musim dingin akan menjadi hangat. Kuncinya ada pada cat rumah yang mengandung pigmen lakton ungu Kristal.
Pada suhu dibawah 20 derajat celcius pigmen itu akan berwarna gelap dan menyerap sinar matahari, sehingga ruangan menjadi hangat karena temperature bisa naik sampai 4 derajat celcius. Sebaliknya, pada suhu di atas 20 derajat celcius pigmen itu menjadi cerah dan secara otomatis membiaskan sinar matahari. Udara akan menjadi sejuk, karena temperature bisa turun hingga 8 derajat celcius.

Sayangnya, warna ajaib tidaklah awet. Hanya bertahan empat tahun, dan kemudian dinding perlu dicat lagi. Tapi, setidaknya membuktikan bahwa sinar matahari bisa diberdayakan, tidak sekadar sebagai penerang kala siang hari saja.

BAGAIMANA LISTRIK DIHASILKAN

Sebuah sel surya terdiri atas sejumlah lapisan silisium yang terbagi atas dua lapisan. Lapisan atas penuh dengan electron dan lapisan bawah miskin electron. Ketika sinar matahari mengenai lapisan sel, electron di lapisan atas akan berpindah ke bawah, sehingga timbullah muatan postitif dan negative. Dari situ mengalirlah arus listrik.

Sumber : Intisari

No comments:

Post a Comment