Adi, anak laki-laki usia 1 tahun enam bulan, pada jam 6 sore itu mendadak demam walau tidak terlalu tinggi. Sehari sebelumnya sudah ada gejala batuk dan pilek-pilek.
Ibunya segera meminumkan obat penurun panas yang ada di rumah. Tapi 2 Jam kemudian demamnya makin meninggi (seperti memegang “ Kompor” ibunya mengibaratkan) dan ibunya mulai cemas karena demam anaknya tak kunjung turun.
Kecemasan bercampur kepanikan ibunya menjadi ketika sang anak pada jam 11 malam tiba-tiba matanya mendelik keatas, mulutnya mengancing rapat bahkan sebagian lidahnya sempat tergigit, berlanjut dengan kejang kaku pada seluruh tubuhnya yang kemudian menjadi kejang kelojotan. Ibunya berteriak-teriak histeris memanggil semua orang yang ada di rumah (sayang pada waktu itu ayahnya Adi sedang dinas keluar kota ).
Bersama pengasuhnya, ibunya adi berusaha memberikan pertolongan dengan segala kepanikannya. Dimintanya sendok yang dibalut kain untuk mengganjal mulut Adi agar lidahnya tidak tergigit sembari terus menepuk-nepuk badan maupun pipi Adi dan memanggil-manggil nama anaknya. Pengasuhnya membantu dengan melonggarkan pakaian Adi dan mengompresnya. Kebetulan waktu itu sedang menginap nenek Adi yang baru tiba dari kampung, sang nenek sibuk komat kamit berdoa sambil menghambur-hamburkan garam dapur ke sekeliling rumah karena beranggapan cucunya ‘kesambet’ (kebetulan rumah orang tua Adi dekat dengan pohon beringin tua ‘angker’ yang usianya sudah ratusan tahun kabarnya). Hampir 1 menit anaknya seperti itu, tapi pada akhirnya kejangnya berhenti sendiri, anaknya menjadi lemas tertidur dan sempat menangis sebentar. Segera ibunya membawanya ke RS, di jalan Adi sempat kembali menangis dan meminta minum pada ibunya.
Kejadian di atas bisa jadi juga dialami oleh ibu yang lain. Hampir kebanyakan orang tua akan panik bila menghadapi keadaan demikian. Anak yang mulanya demam biasa tapi kemudian mendadak tinggi dan diikuti dengan kejang jelas menakutkan pada sebagian besar orang tua. Dalam kasus di atas Adi mengalami kejang demam atau orang awam mengatakannya sebagai ‘step’.
Apa itu kejang demam atau ‘step’?
Kejang demam (KD) didefinisikan sebagai suatu serangan atau bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh anak (di atas 38 C suhu rectal), biasa terjadi pada bayi atau anak mulai usia 6 bulan sampai 5 tahun dimana penyebab demamnya adalah proses ekstra cranial (diluar penyakit atau infeksi pada otak) dan terbukti tidak ada penyebab tertentu. Kejang demam harus di bedakan dengan epilepsy yang kejangnya tanpa demam atau kejang pada anak yang menderita infeksi intrakranial seperti radang otak (ensefalitis) atau radang selaput otak (meningitis). Pada keadaan yang terakhir anak demam kemudian kejang dan pasca kejang anak mengalami penurunan kesadaran. Pada kejang demam anak setelah kejang kembali sadar seperti sedia kala, seperti halnya Adi yang sempat menangis dan meminta minum kepada ibunya atau kalau bayi kembali menetek ibunya.
Mengapa anak bisa KD?
Sampai saat sekarang belum diketahui pasti mengapa anak utamanya yang dibawah 5 tahun dapat mengalami kejang demam. Hipotesis ada yang menyatakan bahwa secara genetic ambang kejang pada anak berbeda-beda dan ambang kejang tersebut akan turun pada kenaikan suhu. Yang jelas ada 3 faktor yang berperan penting yaitu factor suhu, infeksi dan umur. Kenaikan suhu yang tinggi dan proses kenaikan suhu yang cepat akibat berbagai infeksi (ISPA, otitis media, tonsillitis, gastroenteritis akut dsb) dapat mencetuskan terjadinya kejang demam pada kelompok anak berumur 6 bulan-5 tahun. Hanya saja pada sebagian kecil kelompok anak kejang dapat timbul pada demam yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 38 C) tapi tetap yang terbanyak adalah pada suhu diatas 39 C.
Apa gejala atau manifestasi klinis kejang demam?
Kejang demam biasa terjadi pada awal demam, pencetusnya adalah cepatnya peningkatan suhu tubuh. Anak pada mulanya menangis, kemudian tidak sadar, diikuti kaku otot (tonik) dan berlanjut dengan kejang kelojotan (klonik), berulang, ritmik kemudian lemas dan tertidur. Dapat juga didahului dengan mata yang mendelik ke atas dan mulut yang mengunci rapat sampai bisa menggigit lidah anak. Bentuk kejang yang lain : langsung gerakan sentakan berulang atau sentakan maupun kekakuan local (kejang fokal). Lama kejang kebanyakan dibawah 5 menit, tapi pada sebagian kecil bisa sampai 15-30 menit. Pada kejang demam, pasca kejang anak tertidur dan bila dibangunkan menangis dan sadar.
Apa yang dimaksud dengan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks?
Secara klinis kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana : kejang berlangsung kurang dari 15 menit, kejangnya umum dan tunggal (dalam 24 jam demam hanya satu kali kejang). Sedangkan kejang demam kompleks : kejang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang fokal dan atau multiple (terjadi 2 kali atau lebih kejang dalam 24 jam demam).
Apa factor resiko kejang demam pertama?
Diketahui ada beberapa factor yang membuat seorang anak beresiko untuk mengalami kejang demam untuk pertama kali. Faktor tersebut antara lain : riwayat keluarga dengan kejang demam, bayi baru lahir yang sempat dirawat selama lebih dari 4 minggu, anak dengan perkembangan terlambat (delayed development), anak dengan pengawasan khusus/perawatan khusus, kadar natrium darah yang rendah dan yang terpenting adalah temperatur yang tinggi.
Apakah seorang anak yang pernah kejang demam bisa kembali berulang?
Diketahui ada sekitar 33 % anak yang dapat mengalami kejang berulang 1 kali atau lebih. Makin muda usia anak mendapat kejang demam pertama kali, makin besar kemungkinan kambuh. Selain itu factor cepatnya si anak kejang setelah demam, temperatur yang ‘rendah’ (<38 C) saat kejang, riwayat keluarga dengan kejang demam dan riwayat keluarga dengan epilepsy juga merupakan factor resiko seorang anak mengalami kejang demam berulang.
Apakah anak yang kejang demam dapat menjadi epilepsy ?
Sebagian besar kejang demam tidak berkembang menjadi epilepsi. Tapi diketahui ada beberapa faktor yang membuat seorang anak yang pernah KD beresiko menjadi epilepsi. Faktor-faktor tersebut antara lain : perkembangan abnormal sebelum kejang demam yang pertama (misal : anak penderita cerebral palsy atau CP), riwayat keluarga dengan epilepsi dan kejang demamnya dikategorikan kejang demam kompleks.
Apakah kejang demam membuat anak tidak cerdas (bodoh) ?
Tidak pernah ada bukti bahwa kejang demam akan dapat menurunkan kecerdasan anak. Anak yang pernah kejang demam sewaktu kecil sama cerdasnya dengan mereka yang tidak pernah kejang demam. Lain halnya kalau ternyata seorang pernah kejang disertai demam dan penyebabnya diketahui sebagai infeksi otak (ensefalitis, meningoensefalitis) yang dapat menimbulkan kerusakan permanen pada otak dan akhirnya mempengaruhi perkembangan anak termasuk kecerdasannya.
Apa penanganan/pengobatan yang dilakukan pada anak dengan kejang demam ?
Seandainya kejang demam terjadi dirumah, orang tua diharapkan tetap tenang, apabila mulut sang anak mengunci rapat sampai mengigit lidah, bisa diberikan pengganjal pada mulutnya dengan sendok yang dibalut kain atau bantalan apa saja yang empuk. Longgarkan semua pakaian yang ketat, kompres hangat untuk membantu menurunkan suhunya (jangan lagi pakai kompres dingin atau alkohol).
Umumnya kejang berhenti sendiri, tapi bila kejang harus segera diberikan anti kejang (anti konvulsan) secepatnya. Kalau dirumah bisa diberikan anti kejang yang berbentuk rectal tube dimana obat tersebut disemprotkan ke dalam anus, satu hal yang bisa dikerjakan oleh orang tua. Di klinik/IGD dokterpun sering menggunakan obat anti kejang yang berbentuk rectal tube, karena mudah dan praktis ketimbang obat yang harus disuntikkan. Setelah kejang teratasi dilanjutkan dengan pemberian obat penurun panassesegera mungkin, lagi-lagi yang diberikan lewat anus (seperti proris supp, propyretic supp atau dumin supp). Pemberiaan obat lewat anus pada saat pasca kejang dianjurkan karena anak biasanya tertidur ditambah lagi dengan efek obat anti kejang yang membuat anak mengantuk (efek sodasi). Bila demam tinggi sekali (hiperpireksia) apalagi sebelumnya anak diare atau muntah, anak harus dirawat dan dipasang infus untuk masukkan cairan maupun obat selanjutnya.
Sebagian besar anak dengan kejang demam bisa dipulangkan dan berobat jalan. Sewaktu pulang orang tua dibekali obat panas umumnya golongan parasetamol (sanmol, panadol, tempra, dumin dsb) atau golongan ibuprofen (proris, fenris, bufect dsb) yang ditambah juga dengan obat pencegah kejang (diazepam). Obat dapat diberikan dalam puyer racikan atau terpisah berupa sirup penurun panas dan puyer anti kejang (diazepam). Bila demamnya disebabkan infeksi bakteri diberikan antibiotika. Dokter adakalanya juga membekali orang tua dengan obat anti kejang (diazepam) dalam bentuk rectal tube (nama dagangnya stezolid) dan penurun panas dalam bentuk supposotoria (proris, dumin, propyretic). Selain itu orang tua diberikan edukasi oleh dokter bila menghadapi anak yang kembali demam dengan kaitannya dengan penggunaan dan dosis obat demam yang sesuai. Banyak orang tua yang sering memberikan dosis obat panas yang kecil karena sering memakai patokan dosis obat yang lalu, karenanya jangan malu bertanya pada dokter berapa dosis obat penurun panas yang tepat sesuai berat badan anak.
Dengan edukasi yang baik, diharapkan orang tua bertindak cepat ketika anaknya demam dan tidak terlambat membawa ke dokter.
Apakah diperlukan obat pencegah kejang yang rutin atau cukup sewaktu anak demam saja?
Pengobatan pencegahan (profilaksis) dengan anti konvulsan bertujuan mencegah kambuhnya kejang, bisa diberikan intermitten (sewaktu demam saja) atau yang diberikan rutin terus menerus. Profilaksis intermitten bisa diberikan lewat racikan obat panas dan anti konvulsan (diazepam) atau dengan anti konsulvan supp yang dimasukkan lewat anus. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg memakai diazepam supp 5 mg tapi bila sudah dia tas 10 kg memakai diazepam supp 10 mg. Kebanyakkan kasus kejang demam hanya butuh profilaksis intermitten atau sewaktu demam saja.
Profilaksis terus menerus selama 1 tahun (sejak dari kejang terakhir) diberikan secara individual dan pada kasus tertentu saja. Obat yang sering adalah fenobarbital (luminal) atau yang makin sering dipakai sekarang karena efek sampingnya minimal adalah asam valproat ( depakene). IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) melalui UKK Neurologi Anak memberikan rekomendasi profilaksis terus menerus pada keadaan sebagai berikut : sebelum kejang pertama sudah ada kelainan neurologik yang nyata (cerebral palsy, mikrocepali atau retardasi mental), riwayat kejang demam yang lama, kejang demam fokal dan dipertimbangkan pada anak yang mendapat kejang pertama pada usia kurang 12 bulan atau terjadi kejang multiple (2 kali kejang atau lebih) dalam satu episode demam atau kejang demam lebih dari 4 kali dalam setahun.
Beberapa Tips : keadaan yang perlu diwaspadai !
Beberapa hal yang perlu diwaspadai pada anak dengan kejang demam antara lain :
- Munculnya demam pada anak yang pernah kejang demam.
- Kejang demam pertama pada anak usia kurang 12 bln, karena punya kemungkinan berulang.
- Kejang demam yang lama (15 menit) atau kejang fokal yang bisa menimbulkan gangguan otak.
- Efek samping obat anti konvulsan (anti kejang) : depresi napas, gangguan fungsi hati, gangguan perilaku, gangguan intelektual dll.
- Setiap anak kejang demam harus disingkirkan kemungkinan meningitis, ensefalitis tau ensefalopati karena berdampak pada prognosa (harapan kesembuhan) dan gejala sisa yang mungkin timbul.
SUMBER:
Dr. M. Muchlis Sp.A
Klinik Anak Rumkit Lanud Abd. Saleh Malang
No comments:
Post a Comment