VIRUS HEDONIS DI KALANGAN REMAJA DAPAT MERACUNI POLA PIKIR ANAK DAN KEPRIBADIAN ANAK.
Hidup senang-senang dan berorientasi pada kesenangan saja adalah gaya hidup hedonistic. Saat ini sudah mulai menulari para remaja kita. Penyebabnya bukan sekedar iming-iming dari luar yang begitu gencar, tapi juga pola suh orang tuak yang keliru.
Duuh, anak-anak remaja kita. Tak sedikit yang sudah berhandphone ria. Hampir dimana saja ditrmui anak-anak remaja menenteng hp, sms-an, telpon-telponan semaunay seakan tidak pakai pulsa, atau sekadar mendengar musik. Herannya jenis hp-nya bagus-bagus alias bermerk, gonta-ganti pula. Diluar itu, perhatikan pakaiannya, bermerk atau setidaknya gaul abis. Sepatu bagus, tas oke, dan aksesori up to date. Di mal dan kafe pun banyak dipenuhi remaja. Pokoknya hidup seakan untuk senang-senang saja.
Gaya hidup seperti itulah yang disebut hedonis alias berorientasi pada kesenangan belaka. Masa sih remaja kita sudah bergaya hedonis? Irda (38), ibu 2 anak, mengakui itu dialami anak remajanya. Sulungnya, seorang putrid berusia 14 tahun, kelas 2 SMP, memiliki sifat hedonis. “Saya sampai bingung. Baru beli hp 2 bulanan sudah minta ganti tipe yang terbaru. Kalau saya tak penuhi, ia merayu ayahnya atau ngambek berhari-hari sampai nggak mau sekolah.
Kalau tidak ganti hp, putrinya memilih beli baju bermerek atau akhir pecan dugem bersama teman-temannya. Merasa ia mampu dan sibuk bekerja seharian, membuat Irda kerap memenuhi kinginan putrinya. “Tapi kalau harus dugem seperti ke Planet Hollywood atau Hard Rock misalnya, saya usahakan temani meskipun saya tidak ngumpul sama mereka. Biasanya saya sama satu dua ibu yang ikut, mengawasi merkalah. Sejauh ini putri saya nggak menolak karena saya tegaskan tidak ada dugem kecuali mama ikut”.
Meski demikian Irda khawatir juga dengan gaya hidup putrinya. “Pokoknya sudah hedonis deh, teman-temannya juga begitu. Jadi mau bagaimana lagi,” katanya setenag pasrah.
Hal yang sama diakui Anita. Tiga anaknya, dua diantaranya remaja SMA dan SMP kelas 2 juga memiliki gaya hidup wah, “Kalau diikuti tidak habis-habisnya. Apalagi mereka sekolah di SMP dan SMA swasta yang semua teman-temannya memang begitu. Tapi saya tidak ikuti gaya hidup mereka,”ujar Anita.
Beruntung ia cukup tegas soal itu. Baginya, pakai hp yang bagus oke saja. Tapi tidak gonta-ganti seenaknya. Pakaian, sepatu, tas dan peralatan lain bermerek, juga tak ia larang. Boleh, kata direktur perusahaan pemasok computer itu. “Tapi saya minta mereka fair, mereka juga harus tunjukkan prestasi dong. Kalau berprestasi saya penuhi permintaan mereka, tentu yang wajar-wajar saja sesuai kemampuan orang tuanya. Misalnya minta liburan ke luar negeri, oke saja asal sesekali dan prestasi mereka bagus.”
Menurut Anita, ia harus menerapkan aturan main agar dua putrid dan satu jagoananya tidak terjerumus jadi hedonis. Apalagi ia bilang tahi persisi, banyak anak-anak temannya yang begitu. “Diturutinya orang tua bukannya pinter atau pengertiamm, malah terjerumus ke narkoba sampai free sex. Aduuh, amit-amit, jangan sampai terjadi pada anak-anak saya,” ujar wanita yang menginginkan anak-anaknya bisa mengembangkan bisnisnya kelak.
Gaya hidup hedonis atau berorientasi pada kesenangan memang bukan hal baru. Awalnya adalah hedonisme, sebuah aliran filsafat dari Yunani yang decetuskan Aristipos dan Epikuros.
Tujuannya aliran ini adalah menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin kehidupan duniawi. Sewaktu kakaisaran Romawi mengausai seluruh Eropa dan Afrika, muncul semboyan baru hedonisme. Yakni carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup). Kebahagiaan pun lalu dimaknai sebagai kenikmatan duniawi belaka.
Apalagi dengan perkembangan zaman dan teknologi, kebutuhan pun semakin bertambah dan beragam. Belum lagi bila dipadupandan dengan kebutuhan utnuk dipandang lebih, ingin dipandang punya kelas tersendiri atau eksklusif, bisa membuat orang buta hati. Contohnya teranyar adalah pembunuh berantai Ryan dari Jombang, Jawa Timur, yang saati itu menggemparkan Indonesia karena tega membunuh demi menguasai harta korbannya. Apalagi alasannya kalau bukan untuk membiayai gaya hidupnya yang hedonis.
ADA ASPEK POSITIF DAN NEGATIFNYA
Hedonisme bisa terjadi di mana saja, baik di kota maupun di desa. Namun menurut Sosiolog Linda D Ibrahim, lebih merupakan gaya hidup perkotaan. Sesungguhnya memiliki aspek positif dan aspek negative. Hanya saja orang lebih banyak melihat pada aspek negatifnya. Karena seolah-olah orang yang melakukan kesenangan duniawi seperti berbelanja barang mahal, hiburan malam dan hal lain yang serba mewah dan eksklusif terkesan berlebihan dan untuk kebutuhan sesasional saja.
Ada level hedonisme, level individual dan level social. Jika masuk dalam level individual, masih bisa dikatakan posotif, karena tiap orang memang berhak mendapatkan kebahagiaan. Apalagi jika sudah berusaha keras sebelumnya. Namun akan menjadi masalah jika masuk pada level social. Yakni ketika kondisi sekitar sedang mengalami krisis sementara kita berfoya-foya. Gaya hidup mencolok inilah yang dapat menyebalkan orang lain, karena melahirkan kesan tidak berempati pada kondisi sekitar.
Soal hedonisme pada remaja, diakui Linda memang marak dan akan terus bertambah kemarakannya sesuai kemajuan dan pencapain-pencapaian dunia modern. Menurutnya, ini terjadi karena remaja belum memiliki filter yang beik. Yang sudah memiliki filter adalah mereka yang berpendidikan tinggi. Itulah mengapa remaja yang pendidikannya masih rendah dan belum banyak memiliki pengalaman dalam hidup, lebih rentan terhadapa gaya hidup hedonistic. Ditambah lagi kehidupan di perkotaan yang ruangnya sangat besar dengan orang-orang tidak saling mengenal, maka keinginan utnuk menunjukkan siapa diri kita dan dimana posisi kita dalam masyarakat semakin besar.
Dalam sosiolog dikenal status symbol atau posisi social, di mana tiap orang ingin menentukan posisinya dalam masyarkat. Pada rmaja status simbolnya adalah ingin tampil beda, itulah mengapa mereka mudah mencoba hal-hal baru. “Termasuk mengadaptasi yang ada di sekitarnya tanpa berpikir itu pantas atau tidak untuknya,” jelas Linda.
Yang memudahkan para remaja menjalani gaya hidup yang hedonistic adlah pergaulan dengan teman sebayan. “Berdasarkan beberapa penelitian sosiologi, peer group atau teman sebaya memiliki pengaruh besar,” ujar Linda.
Sosoilog Universitas Indonesia ini juga menambahkan media massa khususnya televise juga punya andil besar terbentuknya remaja yang hedonistic. Itulah mengapa memilih teman sangat penting, bukan berarti bersikap sombong,”Ajari para remaja utnuk bergaul dengan teman yang memiliki kesamaan dalam hal bersosialisasi dan hindari terlalu dekat teman yang bergaya hidup glamour.
Lebih baik mencegah daripada mengobati, dan keluarga ditegaskan Linda dapat meminimalisasi risiko remajanya terjerumus dalam hedonisme. Keluarga sebagai agen social primer harus menanamkan nilai-nilai positif yang dapat melindungi anak dari nilai-nilai positif yang dapat melindungi anak dari nilai-nilai negative dari luar. Misalnya, jika telah terpatri di kepala dan hari seorang remaja bahwa pergi ke tempat hiburan malam bukanlah tempat yang cocok utnuknya dan berfoya-foya bukan yang dianjurkan oleh orang tuanya, maka ia tak akan menjalaninya. “Semua harus ditanamkan sejak kecil. Mana yang boleh diikuti mana yang tidak. Karena kalau remaja terlanjur mengikuti gaya hidup yang wah akan susah dihentikan,” terangnya.
Mengajarkan tidak boleh secara teori saja, yang terpenting justru tidakan konkret dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang makin marak saat ini, justru orang tua mengomersilkan anak-anaknya dalam ajang-ajang pemilihan bakat di TV. Memang ada kompetisi, tapi setelah mereka dengan cepat akan masuk dalam dunia hiburan penuh gemerlap yang seharusnya tidak perlu mereka masuki. Jika orang tua tak dapat memberi perisai pada remajanya, sama saja membiasakan anaknya hidup dalam kemewahan dan kepalsuan.
WASPADAI BILA MULAI RUTIN
Memang wajar saja jika remaja ingin membeli sesuatu, bergaul dan sebagainya. Hanya saja semua tetap ada batasannya. Orang dewasa yang bekerja keras setiap hari, siang dan malam akan mencari kebahagiaan sesuai keinginannya. Tapi mereka sudah bertanggung jawab atas dirinya dan mereka punya uang untuk memenuhi. Namun, remaja yang uang dan fasilitasnyamasih dari orang tua, tentu batasannya tidak dapat disamakan dengan orang dewasa. “Jika masih remaja saja mereka sudah boros dalam pergaulan, apa jadinya jika sudah dewasa nanti?” tegas Linda.
Contohnya, makan di restoran ayam goreng cepat saji atau menonton film bioskop bersama teman dua kali sebulan masih dikatakan wajar. Namun jika setiap akhir minggu menghabiskan waktu diluar rumah untuk window shopping, sampai berbelanja pakaian atau sepatu bermerek mahal, atau sering mengganti handphone, merokok dan pulang larut malam, para orang tua harus waspada. Karena, pembiaran akan membuat anak melangkah lebih jauh, seperti terjebak narkoba dan seks bebas. Terlepas mareka berasal dari kelas ekonomi atas ata ubukan, harus menjadi perhatian besar para orang tua. Hedonisme sangat dekat dengan norkoba dan perilaku seks bebas.
Jika remaja sudah melampaui batas, orang tua wajib menghentikannya. Caranya dengan menerapkan peraturan baru yang menyempitkan geraknya. Tentunya harus dilakukan dengan sedikit demi sedikit namun tetap tegas. Misalnya mengurangi uang jajannya, tidak selalu mengabulkan permintaannya, menerapkan jam malam atau sebagainya sambil terus diberikan pengertian. “Mereka masih mudah diarahkan, maka dengan sedikit kesabaran, remaja sebagai generasi penerus bagsa akan terlindungi,”kata Linda.
Para guru pendidik juga memiliki peranan yang besar, karena remaja banyak menhabiskan waktu mereka di sekolah. Terapkanlah peraturan yang membuat anak tampil sederhana dan sesuai umurnya. Misalnya, seragam sekolah tidak boleh terlalu pendek, sepatu dan tas tidak boleh yang bermerek, dilarang membawa kendaraan bermotor pribadi dan barang-barang elektronik yang mahal. Selain itu guru juga harus memberikan pelajaran budi pekerti, mewajibkan menabung di koperasi dan mengingatkan bahwa masa depan cerah tak akan diaraih dengan berfoya-foya.
PENTINGNYA PERAN ORANG TUA
Psikolog Vera Itabiliana juga mengatakan hal sama. Bahwa di satu sisi remaja berada di masa pencarian eksistensi diri, namun di sisi lain belum memiliki mekanisme pengendalian diri yang kuat. Akibatnya ia mudah terpengaruh oleh faktor luar seperti kesenangan instant.
Padahal kesenangan tersebut berdampak buruk dalam perkembangan pola pikir dan kepribadiannya. Misalnya kalau tidak sama dengan kelompoknya, merasa tidak nyaman, takut tidak terima, dikatakan aneh dan sebagainya. Pola pikir demikian menurut Vera, harus di arahkan orang tua agar tak terjerumus dan menjadi gaya hidup.
Kunci penting membentuk kepribadian seorang remaja adalah orang tua. Perlunya sejak dini orang tua menanamkan nilai-nilai positif terutama sejak usia lima tahun pertama. “Yang palig penting adalah contoh adalah. Bagaimana orang tua membelanjakan uang bulanan, agar anak melihat bagaimana skala prioritas orang tua tiap bulannya. Contoh dan pembiasaan yang baik dari orang tua akan menjadi langkah awal remaja untuk melakukan proses imitasi (mencontoh) yang baik pula,” urai Vera.
Sedari awal, orang tua perlu terbuka, tidak underestimate terhadap anak. Terbuka dalam hal apapun akan memberi pemahaman kepada anak sejauh kemampuan orang tuanya. Si anak juga akan memahami latar belakang dan perekonomian kelaurganya. Dukungan dari keluarga yang kuat akan membentuk pribadi remaja yang kuat pula sehingga tidak akan mudah terpengaruh pergaulan negative. Ketika anak merasa goyak dalam pergaulan, orang tua memberi penguatan kepada si anak. Dengan dukungan dari orang tua, anak merasa nyaman. Anak merasa tidak berbeda dengan teman-temannya dan anak pun menjadi pribadi yang lebih kuat.
BILA ANAK TERLANJUR KONSUMTIF Tidak dipungkiri, banyal orang tua mengeluh dengan MENGAJAK ANAK BERDIALOG Komunikasi menjadi kunci penting harmonisnya hubungan antara anak dan orang tua. Sayangnya terkadang orang tua merasa tidak penting mendiskusikan segala sesuatunya dengan anak. Komunikasinya lebih satu arah, di mana anak tinggal mematuhi. Pada hal larangan tanpa disertai alasan, dapat membuat remaja berontak karena merasa diperlakukan seperti anak kecil. Dengan membicarakan permasalahnya, orang tua menjadi tahu apa yang sedang dihadapi anaknya. Dengan berbicara, anak juga bisa mengerti kondisi yang tengah dialami orang tuanya. PEMBATASAN UANG SAKU Hedonis identik dengan materi. Untuk orang tua dapat memberi pembatasan uang saku dengan cermat. Orang tua dapat mengukur seberapa bersar kebutuhan si anak utnuk menentukan pembatasan uang saku. Pembatasan dimaksudkan agar anak tidak menjadi pribadi yang instant. MENDORONG ANAK MELAKUKAN AKTIFITAS POSITIF Orang tua perlu mendorong anak melakukan aktivitas lain yang dapat menumbuhkanbakat dan potensi anak, misalnya jurnalistik, pecinta alam, olah raga dan sebagainya. Dengan dukungan kearah yang positif, anak akan lebih berkonsentrasi untuk berprestasi. |
Sumber : Kartini
No comments:
Post a Comment