Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hati-hati
Bicara donor, bukan hanya berkaitan dengan darah atau organ tubuh, ASI pun bisa dicari donornya. Memang, ASI merupakan makanan bayi yang bergizi tinggi. Itulah yang melatarbelakangi munculnya donor ASI. Masalahnya, bagaimana risiko kesehatan bagi penerima ASI donor? Juga bagaimana ditinjau dari sisi agama? Inilah pendapat para ahli.
Donor ASI, rasanya asing di telinga kita. Tetapi itu sebuah kenyataan. Kini banyak pihak meawarkan donor ASI. Lihat saja di milis, asiforbaby, ada seorang ibu yang memiliki bayi usia 3 bulan meawarkan donor ASI. “Apa ada yang tahu tempat/instansi yang mau menerima sumbangan ASI? Karena saati ASI saya melimpah. Karena itu setiap malam saya selalu memompa ASI. Sekarang saya mempunyai stok ASI 25 botol @180 ml. jadi kalau ada yang membutuhkan, silahkan kotak saya di….”
Di milis itu juga, seorang ibu bekerja yang menamakan dirinya Mamabumi bercerita kalau setiap hari memerah ASI-nya untuk diberikan pada bayi mungilnya selama ia dikantor. Karena produksi ASI nya sangat banyak, ASI perahannya pun berlebih sampai freezer dibagian atas dan bawah penuh dengan kantong-kantong ASI perahan. Ia bingung mau diapakan ASI-nya. Sekalipun ia tahu bisa disimpan lama. Tetap saja khawatir berlebihan untuk bayinya. “Pas nongkrong di asiforbaby, ada Momtedee yang akan perbi keluar kota tapi tidak punya stok ASI. Saya donorkan 15 botol +140 ml. duh, senangnya bisa berbagi…” kata Mamabumi.
Ibu lain, sebut saja Christina, di milis itu juga sempat curhat tentang ASI-nya yang tidak terlalu banyak. Membaca cerita Mamabumi, ia pun memesan ASI donor untuk bayinya. “Ya Sutraa, Insyaallah minggu depan 10 botol, “balas Mamabumi dengan bahasa khas obrolan milis. Setelah itu Mamabumi menambahkan frekuensi pompaan ASI-nya selam dikantor dari semua 2 kali menjadi 3 kali. “Biar stoknya tetap bisa bawa pulang + 600 ml. kan Kiera (bayi Mambumi-Red) baru 5 bulan usianya. Targetnya Kiera full ASI sampai usia 1 tahun kata Mamabumi optimis.
Didasari Kesadaran Keunggulan ASI
Mia Sutanto, SH, LLM, konselor laktasi yang juga ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengatakan, di Indonesia saat ini memang ada donor ASI. Menurut sepengetahuannya, di Jakarta telah ada peminat untuk menjadi donor ASI. Namun jumlahnya masih terbatas. Hal itu terkait dengan minimnya kesadaran masyarakat tentang keunggulan ASI. “Mereka yang sadar dan memahami betul manfaat ASI itulah yang terpanggil menjadi donor, atau memerlukan ASI donor.” Jelas Mia Sutanto.
Mia menengarai adanya animo donor ASI terutama lewat milis asiforbaby yang dikelola AIMI, dimana ibu yang merasa produksi ASI-nya berlebihan kebingungan sampai harus menawarkan kelebihan ASI-nya. Begitu juga ibu yang merasa produksi ASI-nya berlebihan kebingungan sampai harus menawarkan kelebihan ASI-nya. Begitu juga ibu yang merasa produksi ASI-nya sedikit atau bayinya “rakus” kekurangan air susu .” Dari animo itu kami merasa perlu memfasilitasi media bagi pendonor dan yang membutuhkan ,” jelas Mia.
AIMI ditegaskan Mia, bertindak hanya sebagai perantara namun untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ditetapkan syarat bagi ibu pendonor dan peminta ASI donor. Untik ibu pendonor diantaranya: membuat surat pernyataan di atas kertas bermaterei yang isinya adalah bahwa ibu pendonor sehat atau tidak mengidap penyakit berat maupun keturunan, surat persetujuan dari suami, memberikan keterangan mengenai bayi yang juga sedang disusui seperti usia dan jenis kelamin bayi.
Sedangkan bagi ibu peminta donor juga diisyaratkan membuat surat pernyataan bersedia menerima risikonya. “Kalau diluar negeri pendonor akan diskrining kesehatannya, tapi kami tidak mensyaratkan demikian mengingat skrining kesehatan itu mahal. Jadi melalui surat pernyataan saja, dan mau menanggung risikonya, “tegas wanita yang baru melahirkan anak kedua ini.
Setelah ada pendonor dan peminat yang akan mengaturnya. “Intinya kami hanya sebagai perantara saja. Bahkan ada juga yang menghubungi langsung setelah ada kejelasan di milis.” Tak masalah memang. Hanya saja, kata mia, sebaiknya peminta donor memrhatikan hal-hal yang penting. Misalnya, harus bisa memastikan usia bayi dari si pendonor mendekati usia bayinya. Hal itu diperlukan mengingat komposisi ASI berubah disesuaikan dengan kebutuhan usia dan perkembangan bayi. Kesamaan jenis kelamin juga harus diperhatikan. “Yang jelas, ASI dari donor ini alternatif yang lebih baik daripada memilih susu formula. Sayangnya, disini belum bisa dikembangkan lebih jauh karena keterbatasan sarana dan prasarana.”
Harus Terjamin Keamanannya.
Sementara itu dr Utami Roeslu, SpA, Ketua Sentra Laktasi Indonesia menyambut donor ASI. Hal itu disebabkan ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI merupakan karunia Tuhan yang luar biasa kepada kaum ibu untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam masa pertumbuhan serta perkembangan di kemudian hari.
ASI diciptakan dengan komposisi menakjubkan. Perbandingan kandungan protein, karbohidrat, lemak, zat gula, dan vitamin benar-benar proporsional untuk pertumbuhan bayi yang ideal. Di dalam ASI terkandung zat penangkal penyakit yang disebut immunoglobulin. Zat itu tak akan dapat ditemukan dalam produk susu formula merek apapun. Sehingga bayi yang diberi ASI jarang mendapat serangan penyakit, misalnya demam, asma, diare, dan lain-lain. “Melihat begitu unggulnya ASI maka penting sekali bagi bayi untuk mendapatkan ASI,” jelas dr Utami.
ASI harus diberikan secara ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan seorang bayi. Setelah bayi berusia 6 bulan perlu mulai deberikan makanan tambahan pendamping ASI yang berkualits dan pemberian ASI diteruskan hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih.
Menyinggung tentang donor ASI, hal itu sebetulnya sudah cukup lama popular di Barat. Di Negara-nergara maju masalah donor ASI dikelola melalui Bank ASI. Jadi bila sorang ibu memiliki masalah dengan produksi ASI ada alternatif lain tetapi masih dalam bentuk ASI, bukan susu formula.
Bank ASI di Barat dikelola dengan baik. Setiap calon donor sebelumnya dilakukan skrining kesehatan cukup ketat terhadap kemungkinan adanya virus berbahaya, misalnya HIV/AIDS, dalam tubuhnya. Jika ternyata diketahui membawa bibit penyakit, mereka akan ditolah. Namun jika dinyatakan sehat, diperbolehkan menjadi donor.
Tahapannya tidak sampai disitu saja. Setelah susu diperah, ASI dilakukan pasteurisasi agar bersih dari kuman. Tahapan terakhir ialah dilakukan kultur untuk memastikan ASI terbegas dari kuman. Jika ketiga tahapan itu telah terlewati barulah ASI bisa diberikan kepada peminat.
Bagaimana pengelolaan donor ASI di Indonesia? Itulah, menurut du Utami Roesli yang menjadi persoalan. Biaya pengelolaan seprti diakuinya cukup mahal. “Biaya skrining penyakit HIV/AIDS itu cukup mahal. Maukah pendonor atau peminat membiayai skrining itu?”
DALAM PERSPEKTIF AGAMA Dra Hj Mursyidah Thahir, MA, Anggota komisi Fatwa MUI Mendapatkan ASI merupakan hak setiap bayi. Hal itu tersirat dalan surat al-Ahqaaf ayat 15, bahwa hak bayi memperoleh ASI sejak dalam kandungan minimal 6 bulan dan maksimal 24 bulan setelah dilahirkan. Karena itu dari perspektif Islam, donor ASI diperbolehkan. Meski diperbolehkan, tetapi harus memnuhi ketentuan, antara lain: dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dengan pendonor sehingga disepakati biayanya. Usia bayi kurang dari 2 tahun, dan demi menjaga kesehatan bayi, bila pendonor hamil, kontrak boleh dibatalkan. Ketentuan lain, bila bayi telah menerima ASI donor dengan kenyang minimal 5 kali, maka semua keturunan dari pendonor menjadi muhrim bagi bayi itu. Disamping itu, donor tidak boleh dilakukan dengan cara kolektif seperti bank darah. Karena akan menimbulkan kekacauan identitas dan garis keturunan. Pendeta Belandina, Teolog Secara eksplisit Alkitab tidak bicara tentang ASI melainkan tentang pendidikan anak yang merupakan tugas utama orang tua. Jika menyusui bisa kita pendang sebagai sebuah proses pendidikan, maka pemberian ASI merupakan mutlak kewajiban orang tua atua ibu kepada anaknya. Memang dikenal tradisi ibu sesusuan, dimana ada ibu yang memberikan ASI juga pada anak orang lain. Tetapi, hal itu dilakukan dengan alasan yang kuta dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Misalnya karena ibu sang bayi meninggal, atau ibu mengalami sakit yang tidak memungkinkan menyusui. Jika alasannya pragmatis, misalnya takut payudara jadi jelek, atau karena kesibukan berkarier tak dapat diterima karena jelas melanggar hak anak. Jika terpaksa harus dilakukan, maka harus ada aturan hukum yang jelas sehingga bayi atau anak tidak menjadi korban. Misalnya tes kesehatan fisik dan mental bagi calon donor. Tetapi sebagai teolog, saya menolak pemberian ASI oleh bukan ibu kandung karena alasan pragmatis. |
MEREKA YANG DILARANG DONORKAN ASI Semua ibu menysui tidak serta merta mendonorkan ASI. Merka yang dilarang mendonorkan ASI ialah yang menderita penyakit HIV/AIDS, hepoatitis C, dan B, TBC, cytomegalovirus, hum T limphotropic virus, perokok, narkoba alkoholik, dan sedang menggunakan obat-obatan tertentu |
Menurutnya, sepanjang dikelola seperti di luar negeri, donor ASI di Indonesia tidak menjadi masalah. Namun jika pengelolaannya belum memenuhi standard sebaiknya tidak melakukan donor ASI atau menerima ASI donor. Risikonya sangat besar. Apalagi penyebaran HIV/AIDS baik pada pria dan wanita di Negara kita dewasa ini sudah sangat luas. Tidak tertutup kemungkinan pemberi donor itu merupakan penderita HIV/AIDS. Jika itu sampai terjadi, penerima ASI donor bisa tertular HIV/AIDS.
Menyusui Dengan Benar
Dr Utami juga menegaskan, sorang ibu sebetulnya tak perlu repot-repot mencari ASI donor, sebab semua ibu pada dasarnya mampu memberikan ASI cukup pada bayinya. Menurut pengamatannya, dari 1000 ibu yang mengeluh tak mampu menyusui, sebetulnya hanya satu orang ibu yang benar-benar tak mampu menyusui. Selebihnya, sebetulnya hanya karena ketidaktahuannya tentang menyusui yang benar sehingga produksi ASInya kurang lancar. “ Jika mereka tahu cara menyusui yang baik, hampir semua ibu dapat memberikan ASI dalam jumlah cukup bagi bayinya, “jelas dr Utami.
Itulah sebabnya, dr Utami menyarankan agar ibu menyusui memahami cara menyusui yang benar. Alangkah baiknya jika menyusui sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya, misalnya dengna melakukan perawatan payudara saat hamil. Sebaiknya konsultasikan pada tenaga yang professional, entah itu dokter atau bidan. Adakalanya keadaan payidara tidak normal, misalnya putting kurang menonjol. Keadaan ini akan menyulitkan misalnya putting kurang menonojol. Keadaan ini akan menyulitkan bayi untuk mengisap ASI. Akibatnya produksi ASI akan berkurang. Dengan perawatan dan pemeriksaan selama kehamilan, maka hal itu dapat diperbaiki dengan melakukan latihan-latihan tertentu.
Sehabis melahirkan, bayi sebaiknya segera diperkenalkan untuk menghisap payudara ibu. Refleks atau kepandaian pertama seorang bayi adalah menghispa payudara. Dan ini harus dipenuhi meskipun ASI belum keluar. Isapan bayi sedini mungkin sangat penting artinya bagi peningkatan produksi ASI selanjutnya.
Pemenhuhan pengisapan harus diberikan terus menerus sampai ASI bisa keluar. Setelah ASI keluar segera berikan pada bayi, karena ASI yang pertama kali kaluar ini yang disebut kolostrum. Meskipun jumlahnya mungkin tidak banya tetapi kaya akan gizi dan juga zat antibody.
Tetapi sayang, apakah karena kurang atau salah pengertian banyak ibu baru melahirkan tidak memberikan kolostrumnya pada bayinya. Bahkan di beberapa daerah, air susu pertama (kolostrum) sengaja diperas dengan tangan lalu dibuang. Mereka percaya bahwa kolostrum akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan bayi.
Cara menyusui juga harus diperhatikan. Selama menyusui, gendonglah bayi dalam posisi yang tepat. Ketidaktepatan menggendong waktu menyusui akan mengakibatkan bayi salah isap. Bisa-bisa bayi hanya mengisap putingnya saja. Padahal yang benar adalah mulut bayi harus menghisap aerola (daerah hitam sekitar putting payudara) utnuk memperlancar ASI keluar.
Jika ibu memahami cara menyusui yang benar, dimungkinkan produksi ASI melimpah sehingga tidak perlu lagi mencari ASI donor.
Sumber: KARTINI
No comments:
Post a Comment