Tuesday, May 22, 2012

PENDIDIKAN AGAMA BAGI ANAK-ANAK USIA DINI

Oleh Une Sasmita, S.IP
Setiap orang tua yang memiliki rasa tanggung jawab, tentu berpendapat bahwa pendidikan agama perlu ditanamkan kepada jiwa anak sejak dini. Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda: “Didiklah anak-anakmu karena mereka akan hidup pada suatu jaman yang berbeda dengan jaman kamu.” Namun yang agaknya menjadi permasalahan adalah bagaimana isi dan metode yang perlu diterapkan agar pendidikan itu bisa efektif terhunjam dalam jiwa anak hingga masa dewasanya bahkan hingga akhir hayatnya.

Pendidikan agama yang paling mendasar yang perlu ditanamkan pada jiwa anak sejak dini meliputi tiga hal pokok yaitu:



  • Pertama, pendidikan untuk mengenal kepada Yang Maha Pencipta. Ini adalah landasan pertama dan paling utama yang harus diperkenalkan kepada anak. Keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Pencipta merupakan pondasi yang paling dasar yang akan menopang seluruh rangkaian perjalanan hidup anak kita sepanjang hayatnya. Untuk mengenal Allah sebagai pencipta, maka kepada anak-anak perlu ditanamkan dasar-dasar logika paling sederhana yaitu bahwa seluruh benda yang ada di sekitar kita seperti kursi, meja, televisi dan sebagainya, ada pembuatnya. Demikian pula alam semesta berupa langit, bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, seluruh makhluk hidup dan makhluk tidak hidup, tentu ada penciptanya. Itulah Allah Sang Pencipta. Mustahil benda itu terjadi sendirinya tanpa ada pembuatnya. Jika hal ini kita tanamkan pada pikiran anak, berarti kita telah mengajarkan tentang sifat wujud bagi Allah. Keyakinan terhadap adanya Allah itulah yang merupakan prinsip pertama dalam rukun Iman yang harus terlebih dahulu tertanam sebelum iman kepada malaikat, kitab-kitab, para rosul, hari kiyamat, dan iman kepada qodho dan qodar. Rukun iman yang kedua sampai keenam akan runtuh kalau rukun yang pertamanya goyah. Karena itu iman kepada Allah harus dimasukkan ke dalam jiwa anak sedini mungkin, sebelum mereka belajar tentang membaca, menulis, berhitung dan lain-lain. Banyak cara yang bisa diterapkan oleh orang tua untuk mengenalkan Allah Maha Pencipta. Misalnya pada waktu orang tua membawa anaknya melihat gunung yang kelihatan biru, atau melihat air laut yang terus bergerak, atau air sungai yang mengalir meliuk-liuk, di situlah momentum yang tepat untuk mengisi memori otak anak kita dengan rekaman tentang kebesaran Ilahi melalui kedahsyatan ciptaan-Nya. Menanamkan kebesaran Allah melalui dalil-dalil naqly yang dipetik dari ayat-ayat Al Qur’an atau Hadis Rosulullah, mungkin masih terlalu berat bagi anak, karena itu cara ini bisa ditunda sampai masa yang tepat.


  • Kedua, pendidikan tentang ibadah kepada Allah. Ibadah adalah bentuk pengabdian kepada Allah. Dalam pengertian yang seluas-luasnya ibadah meliputi segala perbuatan baik yang diridoi Allah. Dalam pengertian yang sempit ibadah meliputi rukum islam yang lima, yakni syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Rukun islam yang lima itu merupakan bentuk ibadah yang sudah diatur tata caranya oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam terminology agama Islam itulah yang disebut ibadah mahdoh. Tidak boleh sedikit pun direkayasa oleh kita. Sedangkan ibadah dalam pengertian seluas-luasnya, itulah yang disebut dengan amal salih yakni segala amal perbuatan yang dapat mendatangkan manfat bagi diri pelakunya maupun bagi orang lain. Adapun tatacara beramal salih, bisa diatur sendiri oleh kita. Misalnya, bagaimana kita berbuat baik kepada sesama manusia, banyak sekali bentuknya dan kita bebas untuk mengatur tata caranya. Inti dari segala ibadah adalah shalat lima waktu. Karena itulah Rosulullah memerintahkan dalam sebiuah hadisnya, “Perintahlah anak-anakmu shalat jika sudah usia tujuh tahun. Dan bila usia sepuluh tahun masih belum mau melaksanakan shalat, maka pukullah.” Perintah memukul di sini tentu pukulan sebagai tindakan edukatif. Menanamkan kesadaran terhadap shalat lima waktu bagi anak-anak usia dini yang paling efektif adalah melalui pembiasaan. Orang tua hendaknya lebih banyak mengajak daripada menyuruh. Metode pemberian contoh secara demonstratif akan lebih efektif daripada pemberian tugas atau perintah.


  • Ketiga, pendidikan tentang ihsan yaitu sikap dan sifat komitmen kepada kebaikan karena mempunyai keyakinan bahwa segala perilakunya diawasi oleh Allah. Ihsan berasal dari kata hasan yang berarti baik. Pada waktu Rosulullah s.a.w. ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah ihsan itu?” Jawab Rosul, “ Ihsan itu adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat engkau (Hadis Riwayata Bukhori). Menanamkan sifat ihsan kepada anak-anak berarti menanamkan kesadaran bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah Yang Maha Melihat. Kalau keyakinan ini tertanam kokoh pada jiwa anak, maka keyakinan inilah yang akan membentengi jiwa anak sepanjang hayatnya dari perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Dia akan menyadari bahwa tidak ada lahan yang bisa dijadikan tempat bersembunyi dari pandangan Allah, sehingga dia melakukan suatu kebaikan bukan karena takut oleh manusia atau karena diperintah oleh orang tua melainkan atas dasar kesadaran pribadi yang timbul dari keimanan kepada Allah. Sikap dan sifat ini sangat penting untuk dijadikan bekal oleh anak dalam mengarungi pergaulan hidup kelak di tengah msyarakat. Dia tidak melakukan kejahatan bukan karena takut oleh polisi atau oleh orang lain, melainkan karena yakin bahwa perbuatannya akan dilihat oleh Allah.

Ketiga landasan itu dalam terminologi islam dikatakan dengan sebutan iman, islam dan ihsan. Tiga landasan itulah perlu kita tanamkan pada jiwa anak sedini mungkin karena ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk membentuk sebuah pribadi muslim yang utuh dan menyeluruh. Wallahu a’lam. Sumber : http://unes36.blogspot.com

No comments:

Post a Comment