Monday, January 23, 2012

DIET DETOX



Ternyata, membersihkan tubuh dengan cara detoks itu tidak dianjurkan dalam ilmu kedokteran.

Dari sekian banyak jenis diet, mungkin Anda pernah mendengar diet detoks (detoksifikasi) atau bahkan pernah melakukannya. Sayangnya hanya sedikit yang memahami betul seperti apa diet detoks yang tidak membahayakan kesehatan.
Butuh Persiapan Matang

Menurut dr. Endang Darmo Utomo, Sp.GK, Clinical Nutrution dari RS Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) Karawaci Tangerang , detoks termasuk diet yang tidak dilakukan dalam jangka panjang, tapi hanya beberapa hari (tidak sampai 5 hari).

Untuk memulai diet detoks pun memerlukan persiapan panjang, bisa sampai 7-10 hari. Caranya dengan tidak mengonsumsi kafein, sugary food (asupan dengan gula berkadar tinggi), dan gula refined (gula pasir murni). Makanan yang dikonsumsi haruslah makanan yang tidak diproses, semuanya segar (bukan makanan kaleng atau kemasan lainnya). Masuk dalam tahapan intermediate , pelaku diet detoks harus mengonsumsi makanan mentah dan organik yang dilakukan selama tiga hari.

Dua Kali Setahun

Berbeda dengan zaman Aryuveda, zaman sekarang diet detoks tidak mengonsumsi gandum. Konsumsi makanan berserat tinggi ini dihilangkan. Hal inilah yang membuat energinya semakin berkurang sehingga sangat mungkin kondisi badan menjadi sangat drop . Untuk menghindari kejadian semacam ini, sangat disarankan bagi orang yang melakukan detoks untuk menerapkannya di saat akhir pekan (dua kali dalam setahun) agar tidak mengganggu aktivitas.

Namun menurut Endang, jika detoks hanya dilakukan sekali-kali, pelaku tidak akan menerima keuntungan. Seperti misalnya, selama 6 bulan orang itu tidak menjaga pola makannya dan menyantap makanan yang mengandung lemak tinggi, mengandung alkohol, makan di tempat tidak sehat. Setelah itu, selama tiga hari ia mendadak tidak makan (melakukan detoks). Yang terjadi adalah detoks itu tidak akan terlalu berpengaruh pada tubuhnya, karena selama enam bulan sebelumnya tubuhnya sudah menyerap segala macam racun yang datang dari makanan.

Jadi ada baiknya, pola hidup sehat itu dilakukan di sepanjang hidup. “Sekali lagi, kalau itu tidak mengubah pola hidupnya, jangan lakukan!” tegas Endang.

Perbanyak Serat

Selain mematuhi asupan yang sudah disebutkan sebelumnya, diet detoks juga bisa dilakukan dengan menggunakan teh antibiotik yang berguna untuk membuang metabolit dan bakteri yang ada di dalam usus kita dengan cara di-laksamsiat (basmi, Red.).
Fungsi bakteri ini adalah untuk memfermentasi sayuran (serat) yang tidak berhasil dicerna oleh lambung. Bakteri itu juga mengubahnya menjadi sumber energi (short-change ) dan mengatur daya tahan kita (imuniloglobin).

Jadi sebaiknya diet detoks seperti apa yang diterapkan? Endang menyarankan untuk memakan serat lebih banyak. Sumber makanan berserat di antaranya adalah sayur-mayur dan kacang-kacangan. Hasilnya, kalori dalam tubuh tereduksi dengan baik dan jangan lupa berolahraga.

Rambu Larangan

Tak semua orang bisa melakukan detoks, sebut saja orang paruh baya yang kemampuan pencernaannya sudah semakin berkurang. Jadi kalau asupan makanannya sedikit, pencernaannya semakin terganggu. Tapi, kalau sebelumnya para orangtua ini kelebihan karbo dan kondisi tubuhnya dapat dinormalkan dengan detoks ini, itu tidak masalah.

Anak-anak pun sama saja. Pasalnya kalori yang dihasilkan dari mengonsumsi buah atau sayur saja juga tidak cukup besar untuk mereka yang sedang dalam pertumbu han. Mereka yang berusia 20 tahun ke ataslah yang aman menerapkan detoks.

Selain itu penderita diabetes yang melakukan detoks hanya dengan mengonsumsi buah-buahan juga disarankan menyeimbangkan asupannya dengan sayuran. Pasalnya buah mengandung banyak gula (disankarida fruktosa) dan meskipun gula itu berasal dari buah, tetap saja kandungan gulanya diubah dalam tubuh menjadi gula, bukan zat lain. Hal ini justru dapat merusak diabet.

Lalu mereka yang menderita kolestrol kadar tinggi. Melakukan diet detoks justru memperburuk kondisi kolesterolnya (trioglisrtik), apalagi jika saat menerapkannya orang tersebut tidak banyak bergerak. Untuk membantu proses detoks, biasanya penderita gagal ginjal mengonsumsi minuman yang mengandung diuretik (obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin) untuk membantunya kencing-kencing. Mitosnya, sering kencing mempercepat pembuangan racun dalam tubuh. Padahal konsumsi air putih yang berlebihan sangat berbahaya bagi penderita ginjal. Selain diuretik, obat pencahar (laksansia) juga tidak dianjurkan. Sama halnya seperti proses diuretik, laksansia memicu seseorang untuk sering buang air besar.
http://www.tabloidnova.com

No comments:

Post a Comment