Friday, October 29, 2010

SEKSOLOGI







KETIKA SUAMI TAK DAPAT MEMBERI KEPUASAN SEKSUAL



Seks memang bukansatu-satunya yang utama dalam kehidupan berumah tangga. Tapi seks turut berperan dalam menentukan kebahagiaan suatu perkawainan. Kepuasan seksual termasuk faktor penentu kebahagiaan pasangan suami-istri. Apa jadinya jika suami tidak mampu memberi sang istri kepuasan tersebut?



Siapapun sepakan kalau seks dalam kehidupan rumah tangga adalah bumbu utama yang sangat penting. Kekurangan sedikit saja, kehidupan rumahtangga pun menjadi hambar. Bisa menjadi pemicu keretakan rumah tangga.



Banyak faktor menjadi penyebab suami tidak bisa membaerikan kepuasan seksual bagi istrinya. Kondisi yang mengharuskan suami tinggak di kota berbeda bisa jadi penyebabnya. Begitu pula suami yang harus berangkan ke kantor pagi buta dan pulang hampir setengah malam, tak heran sampai rumah sudah loyo dan maunya langsung tidur mengistirahatkan badan.



Kedua hal tersebut membuat waktu untuk berkumpul bersama istri sangat minim. Hubungan seksual yang dilakukan pun kadang hanya sekadarnya saja. Mungkin tidak maksimal hingga masing-masing tidak mencapai kepuasan, bahkan bisa jadi frekuensinya jarang.



Ada pula yang mungkin mempermasalahkan gaya bercinta suami yang monoton. Pokoknya seks, orgasme, selesai. Apalagi buat wanita yang menurut banyak penelitian paling sulit mencapai kepuasan seks, terutama bila tak dilakukan secara tepat. nah, perilaku berhubungan seks, orgasme, selesai tentu tak cukup buat istri.

Bagaimana bila anda mengalamiya?



JANGAN DIANGGAP SEPELE



Meski tak mengalami kepuasan seks, toh banyak istri yang memendam saja perasaan tak puasnya, atau menerima saja. Mau bagaimana lagi? Usia perkawinan sudah lama, toh itu bukan satu-satunya yang penting. Yang terutama ‘kan suami bahagia, anak-anak sehat, keluarga utuh dan terpenuhi kebutuhannya. Merasa tak puas dengan seks suami, nggak penting.



Astri contohnya. Ia tidak terlalu mempermasalahkan saat Aziz, suami yang sudah dinikahinya selam delapan tahun, tidak bisa memberikan kepuasan di ranjang. Baginya masih banyak masalah lain yang harus dipikirkan. Apalagi ia memiliki karier bagus sebagai direktur di salah satu surat kabar. “Mungkin karena saya berpikir rasional, tidak melulu ranjang “ ucap Asri yang sudah dikarunian dua momongan.



Jika Asri tidak terlalu ambil pusing, Tatie lebih banyak introspeksi diri saat suaminya juga demikian. Ia berpendapat, masalah tidak selalu ada pada suami saat istri tidak merasa puas diranjang. Menurutnya, mungkin istri sudah tidak seksi lagi sehingga suami jadi tidak bergairah. Atau istri memberi tekanan yang lebih kepada suami sehingga saat bercinta, suami ingin cepat-cepat selesai.



Bercinta bagi suami akhirnya buka karena ingin memberi kepuasan atau wujud cinta kepada istri. Tapi hanya sekadar menjalankan “tugas” saja. Tidak ada lagi kenikmatan,” papar Tatie yang menikahi pria Eropa dan kinimenentap di Slovenia.



Mungkin ada benarnya. Tapi, jangan lupa, zaman sekarang godaannya juga besar. Media saat ini begitu banyak menggambarkan kehidupan seks nan variatif, mau tak mau menggelitik perasaan, membuat istri yang merasa tak mendapat kepuasan seksual jadi tergoda, ingin mencoba-coba bahkan yang berbahaya sekalipun. Contohnya seperti yang divisualkan dalam film Quickly Express itu. Di mana pemerannya-Ira Maya Sofa sebagi istri, menyewa gigolo! Karena bersuamikan gay yang jelas tidak bisa memenuhi kewajiban bilogisnya, ia nekat memanfaatkan biro penyedia jasa gigolo Quickly Express. Hanya saja, apakah seligkuh atau menyewa gigolo menjadi solusi saat merasa tidak terpuaskan di ranjang?



Orang yang imannya kuat, sadar dan sehat pikirannya tentu akan bilang tidak, tidak, tidak. Bahkan lebih suka instrospeksi diri, jangan-jangan diri sendiri juga pangkal masalahnya. Namun seperti yang dikatakan psikologi Arie Radyaswati, MPSI, apa pun penyebabnya, harus tetap dimengerti bila secara terori, seks termasuk kebutuhan tingkat pertama atau primer selain makan dan minum. Meamng dalam kehidupan berkeluarga, seks bukan yang utama. Tapi jika menyangkut dua orang lawan jenis, suami dan istri, hubungan seks tetap penting. Jika hal itu bermasalahpasti dapat menganggu harmonisasi keduanya, bahkan lebih dari itu juga harmonisasi sekeluarga.



Secara psikologi, ketidakpuasan istri dalam berhubungan seksual akan berdampak pada hubungannya dengan suami. Apalagi jika istri tidak berani mengungkapkan rasa tidak puasnya. "Jika diantara pasangan itu sendiri tidak dapat membina hubungan dengan baik semuanya akan terbatas pada suami-istri marah-marahan. Sementara posisi anak ada luar sistem. Anak-anak jelas akan terkena dampaknya,” jelas Arie.

Jadi rasa tidak puas saat berhubungan intim jangan pernah dianggap sepele. Seks menjadi bagian dari kelengkapan untuk keharmonisan. Bukan hanya untuk memuaskan salah satu saja. Karena itu menurutnya diperlukan keterbukaan antara pasangan.



Dr Boy Abidin, SpOG, Seksolog

BISA FAKTOR ISTRI

Mungkin bukan pasangan kita yang tak dapat memuaskan, masalahnya juga bisa dari diri istri, baik disebabkan dari faktor kejiwaan maupun fisik.

Dari sisi kejiwaan, mungkin ketika kecil memiliki trauma seksual. Entah itu berupa pelecehan seksual atau diperkosa. Hal semacam ini menyebabkan perempuan enggan menikah karena trauma dengan aktivitas seksual. Ketika menikan itu bisa terbawa.

Dari sisi fisik, mungkin ada yang salah dengan kesehatan reproduksi istri. Apakah terkait dengan menstruasi atau keputihan. Adanya masalah itu mungkin istri meresa tidak percaya diri melakukannya. “Memang ada perempuan yang dari remaja mengalami keputihan yang menimbulkan bau, gatal membuatnya tidak percaya diri dan tidak nyaman.”

Faktor lain yang bisa jadi penyebab adalah vaginismus, kondisi di mana otot vagina sangat kaku dan tegang sehingga sakit atau sulit di lakukan penetrasi. Jika tidak diperiksakan kepada ahlinya, selamanya ia tidak akan bisa menikmati aktivitas seksual. Ironisnya, suami biasnya tidak mengetahui hal itu. “Karena suami tidak tahu, bisa dianggap karena begitulah istrinya, penakut misalnya. Lama-lama suami menganggap biasa saja karena dia bisa memaksa penetrasi dan puas, sementara istri jadi malas berhubungan intim.”

AGAR SAMA-SAMA PUAS

Rasa puas harus sama-sama dirasakan kedua belah pihak, dalam hal ini suami dan istri. Untuk itu ada yang harus diperhatikan utnuk bisa mencapai kepuasan dan memuaskan pasangan masing-masing.

· Kebugaran fisik. Kesehatan fisik nomor satu dalam melakukan hubungan intim. Dengan fisik yang sehat akan dicapai tingkat kebugaran yang lebih baik dan bisa membantu tercapainya kepuasan. Untuk meningkatkan sirkulasi darah bisa dilakukan dengan makan teratur, istirahat cukup, mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari kolesterol. Berat badan juga harus ideal, tidak overweight. Kelebihan berat badan biasanya akan menganggu kenikmatan hubungan intim atau sulit mancapai kepuasan.

· Kebugaran jiwa. Artinya, suami atau istri tidak terlalu banyakmenuntut, bisa memahami dan mengerti dan bisa berkomunikasi dengan pasangannya. Dalam berumah tangga, aktivitas seksual bukanlah suatau beban, anggaplah sebagai hiburan. Artinya kedua belah pihak harus menikmati hubunan intim. Jangan sampai hanya salah satu pihak yang menikmati.

· Menerima sekaligus memberi pengertian. Suami bermasalah, terimalah tapi juga jangan mendiamkan. Dorong suami untuk mengkonsultasikan pada ahlinya. Bila suami menolak, jelaskan bahwa kelak bisa lebih parah, misalnya ejakulasi dini bisa mengarah pada impotensi. Padahal anda dan suami masih muda dan menginginkan kepuasan dalam berhubungan intim.



Dalam keluarga selalu ada keterbukaan antara suami dan istri menyangkur masalah pendidikan, pengasuhan dan ekonomi. Jadi tidak ada salahnya jika dalam seks juga ada keterbukaan. Bila selama ini dianggap tabu, untuk kebaikan bersam sejatinya perlu diungkapkan dan dikomunikasikan secara jujur.



Sika salig terbuka bisa dilakukan misalnya denganmengungkapkan perasaan tidak mnyaman ketika becinta dalam posisi tertentu. Atau istri bisa menyatakan kepada suami bahwa hari ini suasana hatinya sedang tidak bagus utnuk bercinta. “Tapi kalau tidak bisa terbuka dalam hal-hal seperti itu , ini bisa menjadi pemicu masalah dan menjaalar kemana-mana. Dan itu bisa berbahaya,” kata Arie.



Bahaya yang paling ekstrim adalah perceraian. Namum sebuah pernikahan untuk bisa berujung pada perceraian jalanya panjang. Ketidakpuasan saat berhubungan intim bukanlah penyebab langsung suatu perceraian. Biasanya pasangan suami-istri sudah berusaha mengatasi masalah yang ada sebelum terjadi perceraian. “Misalnya istri merasa tidak puas saat berhubungan intim dengan suaminya, bisa melakukan aktivitas yang sifatnya produktif sebagai kompensasi,” kata Arie.



LANGKAH ANTISIPATIF



Sayannya, ada istri yang mengalamu dan mengompensasikan masalahnya pada hal-hal yang sifatnya negatif, seperti selingkuh. Hal ini, kata Arie, bukan solusi utnuk memperbaiki malah bisa makin memperparah kondisi rumah tangga. Relasi dengan suami pun akan semakin jauh. Akhirnya menjadi cuek dan tidak ada semangat memperbaiki kehidupan rumah tangga. “Akhirnya kasusnya jadi dua. Dirumah bermasalah dengan pasangan, diluar punya simpanan. Akibatnya mengganggu stabilitas rumah tangga. Belum lagi relasi dengan orang-orang luar dan pengaruh ke anak-anak. Jadi masalah bisa makin kompleks,” papar Arie.



Seandainya tidak berani mengungkapkan masalah yang ada, menurut Arie, apa salahnya minta bantuan pihak ketiga yang netral. Entah itu mengikuti seminar atau talkshow terkait, atau menemui psikolog atau konsultan perkawinan agar mendapat langka-langkah terpa untuk mengurai masalah anda.



Bila memilih konsultan dengan ahlinya, idealnya datang bersama suami. Dengan demikian lebih mudah membahas masalah yang ada. Sayangnya, menurut Arie, dalam banya kasus, sangat sulit mengajak suami berkonsultasi ke psikolog atau konselor perkawinan. Sangat jarang suami yang merasa apalagi mengakui bila ia memiliki masalah seksual. Suami mungkin menganggap selalu puas saat berhubungan intim. Karena itu juga tidak merasa perlu mendampingi istri menemui konselor.



Selain itu, kita bisa mengambil langkah antisipasi disamping terbuka, istri pun harus bisa memahami saat mana pasangan membutuhkan dan saat mana tidak membutuhkan hubungan seksual. Dengan waktu yang tepat, Arie yakin suami-istri akan mendapat kualitas hubungan seksual yang baik. “Contohnya, perempuan kalau lagi tidak mood, atau lagi banyak masalah, tidak bisa menikmati hubungan seksual. Hal-hal semacam ini harus diungkapkan kepada suami agar kedua belah pihak tidak kecewa saat berhubungan intim,”kata Arie.



Seandainya waktu serta tempat sudah tepat, dan suami sudah berusaha maksimal namun kepuasan tetap tidak tercapai jua, berarti istri perlu introspeksi diri. Benarkah perlakuan pasangan membuat tidak puas, ataukah memang ada problem pribadi. Misalnya, bisa jadi kebutuhan seksual istri memang tinggi sehingga suami tidak bisa mengimbangi. Atau mungkin istri tidak bisa merasakan kepuasan karena masalah reproduksi, atau mungkin juga mengalami frigiditas. Berarti istrilah yang harus mendapat penanganan khusus.



Atau suami yang memiliki masalah dengan alat seksualnya? Berarti anda perlu mendorongnya untuk mengkonsultasikan dan pengobatan lebih dahulu masalahnya.



FOREPLAY, PENTING



Banyak faktor yang membuat suami tidak bisa memuaskan dalam berhubungan seksual. Apalagi dibanding pria, perempuan butuh waktu lebih lama untuk bergairah dan terangsang hasratnya. Biasanya butuh waktu 20-30 menit samapi siap menerima penetrasi dan orgasme.

Artinya, ditegaskan seksologi dr Boy Abidin SpOG, dalam berhubungan intim sebaikny ajangan tancap gas, tetapi diawali denga foreplay alias pemanasan. Sepatkan waktu 20-30 menit untuk foreplay sebelum melakukan penetrasi.



Sayangnya, banyak pria yang melewatkan momen tersebut. Entah karena capek, malas, atau mungkin sifatnya maunya langsung “tancap gas” dan selesai. Ditambah ada sifat laki-laki yagn menganggap bila ia puas, istri pasti juga puas. “Inilah yang menyebabkan irama antara suami dan istri tidak sama. Imbasnya, istri merasa tidak puas ketika melakukan hubungan intim dengan suaminya,” ujar dr. Boy.



Kaum perempuan sangat membutuhkan foreplay sebagai jalan untuk mengolah emosi. Selain itu, foreplay membantu mengeluarkan cairan perempuan yang akan memudahkan penetrasi. Karena itu, komunikasi yang disebut sebelumnya, perlu diterapkan. Istri harus berani terbuka dan minta sang suami tidak buru-buru. Agar kesempatan berikutnya, suami bisa mengikuti irama istrinya.



Boy mengatakan, tingkat kepuasan sebenarnya bersifat relatif dan tergantung masing-masing individu. Faktor panca indera, apakah itu sentuhan, rabaan atau penciuman, turut menentukan ketutusan atau ketidakpuasan dalam hubungan seksual. Semua itu memang tergantung kebutuhan dan tuntutan tiap individu, namun pada hakikatnya sama, yaitu mendapatkan kepuasan.



Bila toh memerlukan alat bantu seperti vibrator, Boy mengatakan tidak melarangnya selama kedua belah bihak menikmati. “Karena masalah tiap pasangan berbeda. Mungkin ada yang masalahnya gaya bercinta yang mononton, sehingga memerlukan alat bantu. Tapi jika salah satu pihak tidak berkenan hal itu tidak bisa dipaksakan,” jelasnya.

Intinya, penggunaan alat bantu saat bercinta sah-sah saja selama tidak menyakiti, melukai atau mengarah ke sadisme. “Kadang salah satu pihak memaksa, tapi pasangannya tidak menikmati. Yang tercapai bukan puas tapi malah kecewa. Pasangan juga merasa tambah down dan tidak ada kepercayaan diri,” kata Boy menjelaskan



Penggunaan alat seperti vibrator sebenarnya hanya bagian variasi untuk mencapai kepuasan seksual. Variasi lain bisa dilakukan misalnya dengan berganti tempat. Kalau biasanya bercinta di rumah sendiri, sekarang ganti dilakukan di hotel atau mungkin pergi ke luar kota. “Namanya orang, ada jenuhnya. Asal jangan mencari orang lain untuk mendapatkan kepuasan seksual,” pungkas Boy. KARTINI



ALAT BANTU, PERLU TIDAK PERLU

Daripada anda stress karena suami benar-benar tak mampu, apalagi selingkuh, alat bantu seksual mungkin bisa menjadi alternatif.

  • Penis silikon getar yang bisa digunakan utnuk menstimulasi/penetrasi vagina. Bagian kepala penis yang agak melengkung bisa untuk menstimulasi G-spot (titik di area vagina yagn kono merupakan titik kepuasan). Kecepatan getaran bisa disesuaikan denganmemutar tombol putaran di bagian bawah penis. Panjang 20 cm dengan diameter 0 cm, dengan 2 buah baterei.
  • Satu set peralatan seks yang bisa digunakan utnuk memenuhi kebutuhan seksual wanita. Di dalamnya terdapat beberapa kondom silikon penis, vibrator dan lubricant. Masing-masing kondom silikon memiliki fungsi yang berbeda seperti: stimulasi G-spot, vagina dan anal. Cara penggunaannya: sambungkan kondom silikon penis tersebut pada vibrator, berikan pelicin (lubricant) utnuk memudahkan pemasangan, kondom silikon penis tersebut bisa diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Vebrator yang panjang memakai 2 buah paterai. Yang pendek memkai 1 buah baterai. Getaran umumnya bisa disesuikan.
  • Stimulator nipple, merupakan penggetar berupa jepitan yang dijepit pada puting susu wanita, berfungsi untuk menstimulasi payudara/puting susu wanita. Kecepatan getaran bisa disesuaikan dengan remote yang tersedia. Memakai 2 buah baterai.


PENCARIAN JATI DIRI REMAJA



GENG REMAJA PUTRI
PENCARIAN JATI DIRI ATAU SOK KEREN

Masih ingatkah anda kasus geng remaja putrid beberapa tahun yang lalu? Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana sebuah kelompok/genk merekrut anggotanya atau bahkan memberikan sangsi pada anggotanya dengan menggunakan kekerasan. Dan sepertinya kita perlu mengulas kembali untuk mengingatkan kita agar selalu waspada dalam mendidik buah hati kita.

Di usia remaja, anak mulai memiliki kelompok atau bahkan sampai membuat geng. Celakanya dengan bergeng bisa menggunakan kekerasan. Seperti yang terungkap terbentuknya geng remaja putrid yang melakukan kekerasan pada teman di luar anggotanya. Herannya ini terjadi di Pati, kota kecil di Jawa Tengah. Tak tanggung-tanggung, kekerasan yagn mereka lakukan di rekam pula di ponsel.

Geng Nero, kepanjangan dari Neko-neko Dikeroyok, tiba-tiba popular di kota kecil Pati, Jawa Tengah. Popularitasnya bahkan samapi ke seantero Indonesia. Maklum, dari sebuah kota kecil, bisa ada sebuah geng remaja putri pula yang melakukankekerasan pada teman remaja putri lainnya. Selain Geng Nero, juga terungkap geng lain bernama Brensek. Sama seperti Nero mereka juga menganiaya teman sebaya putri, dan merekamnya di ponsel.

Adalah Lisa (namanya disamarkan-red), salah satu korbanya. Lisa mengaku tahu adanya geng yang senang mgincar dan memukuli sesama remaja putrid. Ia tahu, dia salah satu yang menjadi target geng tersebut. “Mereka menganggap saya kemayu, (genit-red), makanya saya nggak disukai. Karena itu kemana pun saya selalu bersama-sama teman. Kalau nggak saya sudah lama jadi korbannya,” ujar gadis manis itu.

Geng Nero memproklamirkan diri sebagai geng yang akan memberi pelajaran bagi sebayanya di luar gengnya yang dinilai mengejek, melecehkan dan menyaingi penampilan mereka. Awalnya beranggotakan 7 remaja putri, kini tinggal 4 orang., yakni My, TK, dan Yn. Kono, puluhan remaja putrid pun sudah menjadi korban.

Siang hari itu Lisa sedang Apes. Rupanya tida anggota GN (Geng Nero), My, Tk, Rt, sudah mengincarnya. Mereka tahu kalau hari itu ia sendirian di rumahnya. Ketiganya mendatangi di rumah dan memaksanya keluar, lalu membawanya ke Geng Cinta. Di geng yang berada di permukiman Tionghoa (pecinan) deka Gereja Isa Almasih, Desa Pejaksan, Juwana itulah, Lisa diperlakukan semena-mena. Ia ditampar, dipukul, dijambak rambutnya dan disuruh memberi hormat kepada GN. Tindakan kekerasan tersebut, lanjut Lisa, berlangsung sekitar 1.5 jam dan sambil direkam posel milik salah satunya. “Padahal saya sudah minta ampun, Saya sudah lemas, tapi tetap saja mereka memukuli,” tuturnya.

KORBAN SYOK DAN TRAUMA



Akibat kejadian itu, Lisa sempat syok dan trauma. Menurut ibunda Lisa, putri sulungnya sempat beberapa hari tidak mau makan, minum dan mandi. Ia banyak menangis dan mengurung diri di kamar. Syukurlah seiring berjalannya waktu kondisi Lisa berangsur-angsur membaik. Untuk menghindari kejadian itu tidak berulang lagi, ibunda Lisa mengantar jemput putrinya yang tercatat sebagai siswi kelas 1 SMA Batangan.

Masalah tersebut sebenarnya sudah selesai karena Kepala Sekolah SMAN 1 Batangan dan SMAN 1 Juwana memanggil para pelaku. Mereka pun akhirnya berdamai dengan putrid saya, “ ungkap ibunda Lisa. “Karena itu saya heran dan prihatin kok mereka masih melakukannya, samapai kasusnya seserius ini, “ujar Ny At, sang ibu. “Kami dulu nggak melaporkan karena kasusnya sudah selesai, dan saya kasihan karena masa depan mereka masih panjang. Saya pikir mereka bisa diarahkan.

Memang, setelah Lisa, ulah GN belum berakhir, Es dan Ws, kini mereka tercatat sebagai siswi SMPN 3 Juwana, juga mendapat perlakuan kasar GN, bahkan sejak anggota GN masih duduk di bangku SMP.

Awalnya Es dituduh GN menjelek-jelekkan salah satu anggotanya. Suatu hari empat anggota GN mendatangi rumahnya, mengajaknya keluar dengan alasan berkenalan. Sampai di depan Mushala SMP tersebut, Es dituduh telah menjelek-jelekkan kelompok tersebut. “Saya sudah menolak tuduhan. Saya bilang itu fitnah Ea (salah satu temannya yang kenal GN), mereka nggak percaya,” cerit Es.

Sama seperti korban lainnya, kedua pipi Es ditampar secara bergiliran oleh kelompok tersebut. Rambutnya dijambak dan bahunya dipukul hingga meninggalkan bekas memerah. Usai dianiaya ia diantar para pelaku dengan sepeda motor hingga pertigaan, tak jauh dari rumah Es. Dalam perjalanan Es menangis tersedu-sedu lantaran tak kuasa menahan rasa sakit akibat perlakuan semena-mena anggota geng yang tak dikenalnya itu.

Mengetahui putrinya dianiaya, orang tuanya, Wo dan Hi mendatangi rumah orang tuan Yn, salah satu pelaku. Seperti kejadian dengan Lisa, hal itupun bisa diselesaikan dengan baik. “Mereka datang ke rumah, minta maaf dan janji nggak akan mengulangi. Ya sudah kami maafkan, “cerita Hi, bunda Es.

Sayangnya, GN lagi-lagi mengulangi perbuatan tercelanya. Korbannya terakhir adalah Ws, sahabat Es. “Saya sih tidak bisa nggak akan memaafkan,” katanya. “Mereka sudah keterlaluan. Korbannya sudah puluhan orang."


BAGAIMANA KOMENTAR PAKAR?

Mh. Joni, Pakar Hukum

UNTUK ANAK, TINDAKAN PIDANA ADALAH UPAYA TERAKHIR

Geng Nero terungkap, membangun kesan kecenderungan kekerasan terhadap anak dan oleh siswa/anak itu sendiri. Makin kisruh karena muncul di tengah fenomena bullying di sekolah, kekerasan di STIP, ala Geng Motor. Kita patut mecemaskan geng sejenis ada namun tidak terungkap ke public.

Ditegaskan Muhammad Joni, SH, MH, Pakar Hukum Undang-Undang Perlindungan Anak agar pemerintah bertindak. Jangan menganggapnmya angin lalu. Dikhawatirkan, jika geng-geng ini sudah berlapis generasi, akan makin sulit diatasi.

Dalam analisis yuridis konstitusional, mengenai kekerasan ini ada dalil-dalilnya. Pertama, hak anak untuk terlindungi dari kekerasan sudah dijamin pasal 288 ayat 2 UUD 1945. “Jadi Negara berkewajiban melindungi dan melakukan tindakan perlindungan, termasuk melindungi korban yang menderita sakit, cedera atau yang pernah menjaslani perawatan serius.
Kedua, menhindari suburnya pelembagaan kekerasan di dalam kelompok anak dan orang muda, dan untuk menhindari jatuhnya korban kekerasan lebih lanjut, maka pemerintah mesti segera memotong pelembagaan geng seperti itu. Caranya beragam, mulai dari persuasive, dengan pengarahan untuk penginsyafan, dan memutuskan rantai “kaderisasi” dengan mengelimimir pengaruh actor pentolan geng itu dari “area kekuasaan”nya.

Kekerasan itu mesti dicegah, bukan hanya dijatuhi hukuman. Yang lebih penting mencegahnya secara konseptual sehingga dapat memberangusnya. Memutus rantainya tidak harus dengan membawanya sebagai perkara pidana. Pemidanaan hanya sebagai upaya terakhir (ultimatum remidium).

Di sisi lain, sekolah perlu menyiapkan antubodi bagi pelembagaan dan tradisi geng di sekolah. Peran guru pembimbing perlu di perbanyak dan bertugas mengendalikan dan melindungi siswa/anak. Guru dapat bekerja sama dengan orang tua, bahkan istansi terkait dengan maslah perlindungan anak dan perempuan.


Dra. Hj Nafisah Sahal, Anggota DPD RI Perwakilan Jateng

HARUS ADA PEMBINAAN KHUSUS

Saya prihatin dengan adanya kasus geng di Pati ini, yang notabene daerah saya sendiri. Saya juga heran mengapa justru terjadi di kecamatan, tepatnya didesa, yang seharusnya sikap masyarakatnya masih relative baik.

Adanya kejadian ini membuat saya, terutama sebagai anggota DPD RI, harus mendorong berbagai pihak untik mengatasinya. Terutama, pada anak-anak pelaku harus ada pembinaan khusus. Orang tua harus lebih banyak melakukan pengawasan. Jangan pembinaan diserahkan pada sekolah saja. Mereka ‘kan sekolah hanya sampai siang atau sore, selebihnya di rumah atau di tempat lainnya.

Karena itu secara kelembagaan, saya akan berusaha mengingatkan agar komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah (guru) diintensifkan. Orang tua yang suka enggan datang ke sekolah utnuk hadiri rapat-rapat harus didorong agar lebih memiliki perhatian. Orang daerah dan rata-rata produk mengasuhan zaman dulu, perhatian terhadap proses pendidikan anak memang masih kurang. Ini memang harus disosialisasikan terus-menerus.

Ratih Anjayani Ibrahim, Psikolog

TAK SELALU PENGARUH LINGKUNGAN

Sebenarnya adanya geng ramaja baik geng cowok atau cewek, seperti Geng Nero, itu bukan hal baru di kalangan remaja. Hanya saja yang menjadi sorotan, karena geng tersebut melakukan kekerasan fisik. Biasanya permpuan identik dengan hal-hal yang lembut, baik,m tapi juga lemah.

Namun sebagai remaja termasuk siswi SMP usia 12-15 tahun, atau SMA DI KISARAN 15-18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, mereka berada pada fase transisi, karena tidak mungkin secara tiba-tiba menjadi dewasa. Dalam masa transisi tersebut , remaja mulai mencari jati diri dan identitas dirinya. Karena itu pada umumnya punya ciri khas yang lebih spesifik dibandingkan kelompok lain. Misalnya dengan mencanangkan bahwa dia ada secara pribadi dan bukan anak-anak, sudah punya pendapat sendiri, memiliki keinginan sendiri dan berbeda dibandingkan dengan orang-orang yang selama ini mengatur dirinya seperti orang tua, guru dan sebagainya.

Pada usia inilah mereka mulai bergerombol dan membentuk kelompok-kelompok eksklusif. Tak heran terjadi pengaruh dari rekan sebaya dan setelah terpengaruh pengelompokannya akan semakin lebih solid. Begitu solidnya hingga yang termasuk kelompok mereka itu us (bagian dari kelompok mereka), dan orang di luar kami adalah mereka (them).

Dalam berkelompok itu mereka menunjukkan dirinya dengan cara show of power, pamer kekuatan untuk eksistensi. Memang pada dasanya remaja memiliki keinginan untuk eksis diantara teman-temannya, dan untuk tampil eksis maka harus berbeda. Namun selalu ada penyimpangan sebagaimana dalam kasus Geng Nero. Yakni dalam bentuk kekerasan secara fisik yang nyata. Dan perempuan juga tetap bisa melakukan tindakan agresivitas.

Dalam sebuah kelompok yang eksis akan terbentuk citra eksklusif. Maka, bagi yang ingin menjadi bagian dari kelompok tersebut pun harus menjalani tahapan-tahapan untuk bergabung di dalamnya. Tak heran dalam prosesnya terbentuklah militanisme, inisianisme, yang lalu berkembang menjadi kekerasan. Hingga akhirnya satu kelompok bisa saja menyerang orang dari luar anggota geng.

Jadi yang harus ditelaah lebih jauh adalah individu yang menjadi pemicunya. Tidak selamanya lingkungan yang memepengaruhi, sebab dalam jiwa si remaja sendiri, terdapat keinginan untuk eksis dan tampil beda. Untuk itu mereka harus diberikan pengertian toleransi terhadap orang lain. Karena resistensi mereka tinggi berikan pengertian dengan tahapan tertentu, jangan sampai nasihatnya salah agar tidak bisa percuma atau tidak didengarnya. Tahapan-tahapannya yaitu :
  • Pertama tahapan fisikal. Yakni dengan menjelaskan bahwa melakukan tindakan semena-mena ada konsekuensinya, ada hukumannya.
  • Kedua pembinaan atau konseling. Hukuman secara fisik tapi tidak ada tindak lanjutnya juga percuma. Jadi remaja harus dibimbing, mengikuti konseling dan pendampingan agama.
  • Ketiga, pengawasan pasca pembinaan. Yakni pengawasan bagaimana perkembangannya setelah konseling dilakukan. Tujuannya agar hal ini tetap berjalan secara konsisten.
Sumber:KARTINI

PROBLEMATIKA ANAK



PERILAKU SADIS DAN BRUTAL ANAK MAKIN MENGKHAWATIRKAN

Sebut saja dia Ari (nama samaran, red), bocah 14 tahun yang terlihat begitu lugu, tetapi dibalik senyum malu-malunya, tersimpan cerita mengerikan. “Waktu itu habis nonton video porno. Tiba-tiba aku pingin niru adegan di situ. Akhirnya aku ajak Rina (nama samaran, red) dan maksa dia begituan. Tetapi Rina berontak dan teriak-teriak, makanya kepalanya aku pukul pakai batu sampai mati,” tutur Ari santai. Jangan keget! Kasus Ari hanyalah contoh makin brutalnya perilaku anak-anak saat ini. Utnuk mengupas masalah ini, beberapa pakar angkat bicara.

Mirip dengan kisah Ari diatas, Za (14) dan Ham (14) juga tergoda melakukan perbuatan cabul setelah sebelumnya beberapa kali menonton film biru. Secara bergantian mereka “menggilir” seorang gadis cilik bernama Neng (6) di kebun pisang. Setelah puas melampiaskan nafsu, Za dan Ham sepakat menghabisi nyawa korban. “Aku takut Neng mengadu,” demikian alasan Za. Ham langsung mengambil batu dan melemparkannya ke kepala Neng beberapa kali. Karena korban masih hidup, Ham mencekik lehernya dari kandang ayam. Akhirnya Neng pun tewas, namun Za dan Ham belum puas dengan “hasil kerja” mereka.

Entah mendapat ide darimana, kedua bocah dibawah umur itu pun sepakat membakar jasad Neng untuk menhilangkan jejak. Kasus ini membuat masyarakat terhenyak dan tak berhenti bertanya, mengapa Za dan Ham, yang masih tergolong anak-anak tega melakukan perbuatan sebrutal itu.

Menurut SR Retno Pudjiati Azhar, Psikolog dari Universitas Indonesia, dalam diri manusia bisa saja terdapat perilaku menyimpang atau deviant disorder. Selain perilaku menyimpang biasa, yang mencakup pencurian atau perkelahian, ada pula perilaku menyimpang yang tergolong sadisme dan psikopat. Pudji, begitu wanita ini biasa di sapa, melihat penyimpangan perilaku pada anak-anak saat ini tak lagi sebatas penyimpangan perilaku biasa, namun sudah sampai taraf sadisme, yakni kemampuan untuk membunuh, seperti dilakukan Za, Ham dan Ari. Kondisi tersebut menurutnya tidak terlepas dari pengaruh tayangan-tayangan televise yang berlebihan. Salah satunya tayangan acara kriminalitas yang ia anggap kurang manusiawi karena sering menggambarkan cara-cara melakukan tindakan criminal secara detail. “Walau mereka berdalih hal itu sebagai tindakan rekonstruksi, tetap tidak bisa dibenarkan. Adegan itu mengundang inspirasi orang utnuk berbrutal-brutal,” ujar Pudji.

MEMFUNGSIKAN FILTER

Selain kriminalitas, tayangan di telvisi atau media cetak yang menampilkan sosok wanita dalam busana seronok juga dianggap menjadi pemicu keinginan seorang anak melakukan tindakan asusila seperti pemerkosaan. “Harus dipahami bahwa hormone anak-anak, khususnya remaja, sedang berkembang sehingga mereka mudah terangsang,” jelas Pudji. Anak-anak yang memiliki control diri baik akan bisa mengatasi rangsangan dari media. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki control diri cukup baik, bisa terjerumus dalam tindakan asusila, seperti pelecehan seksual atau pemerkosaan.

Oleh sebab itu, tak heran banyak permerkosaan dilakukan anak-anak setelah mereka menyaksikan adegan-adegan vulgar dalam VCD porno atau televise. Selain kasus Za, Ham dan Ari, masih banyak contoh kasus lain. Di Ampenan Mataram NTB seorang remaja tanggung bernama Romi (bukan nama sebenarnya, red) ditahan karena meperkosa Mira (bukan nama sebenarnya, red), gadis lugu yang baru duduk di bangku kelas 2 SMP. Di hari pertama, Romi mmemperkosa Mira sampai 5 kali. Karena ketagihan, beberapa hari kemudian Romi kembali mengulangi perbuatan bejatnya.

Di Palembang ada Zacky (12), seorang ABG yang memperkosa gadis kecil tetangganya (8) berkali-kali. Sementara di Jambi seorang pelajar kelas 1 SMP bernama Indra (bukan nama sebenarnya, red) digelandang ke kantor polisi Karena tindakan pemerkosaan terhadap dua orang gadis belia.

Sederetan kasus tersebut merupakan contoh perilaku anak yang tidak bisa mengontrol dirinya dengan baik. Selain kasus-kasus pemerkosaan, banyak juga kasus kriminalitas lain yang dilakukan anak-anak, antara lain pembunuhan, penganiyayaan, perampokan, narkoba dan lain sebagainya.

Pidji membenarkan penyimpangan perilaku pada anak seperti contoh diatas dipangaruhi antara lain oleh media. Namun ia enggan menyebutkan media sebagai pencetus utama. “Penelitian seputar masalah itu masih controversial. Saya yakin sebenarnya setiap orang memiliki filter dalam dirinya untuk menyaring informasi yang masuk. Karenanya, untuk memfungsikan filter tersebut perlu peran orang tua sebagai lingkungan terdekat bagi anak,” ujar Pudji yang berpendapat bahwa anak laki-laki lebih besar memiliki kecenderungan utnuk melakukan perilaku-perilaku menyimpang.

DIRANGKUL DAN DIPAHAMI

Selain membantu anak memfungsikan filter dalam dirinya, orang tua juga wajib memberikan bimbingan dan menciptakan komunikasi yang baik dengan putra-putrinya. Dengan demikian anak akan terbuka dan itu mempermudah orangtua membimbing dan mengontrol anak-anak dalam memilih serta mengenali teman yang baik. “Latih pula anak-anak agar bisa mengatakan tidak pada teman-temannya untuk hal-hal yang merugikan, tanpa harus menyakiti,” tambahnya.

Mengenai penjara sebagai alat untuk menciptakan efek jera, Pudji menganggap hal itu bisa dilakukan untuk tingkatan perilaku tertentu. Namun sebenarnya wanita ramah ini kurang setuju dengan penyebutan Lembaga Pemasyarakatan Anak. “ Harusnya dinamakan saja Tempat Rehabilitasi Anak Nakal. Anak-anak itu masih bisa diperbaiki dan memiliki potensi besar di masa datang. Untuk itu selama proses rehabilitasi, si anak harus tetap mendapatkan pembinaan ketrampilan, pendidikan dan pemenuhan kesejahteraan hidup, “ ujarnya.

Pihak orang tua juga diharapkan melakukan evaluasi terhadap penyebab perilaku menyimpang pada anak dan tidak memarahi si anak dengan hardikan-hardikan karena bisa membuat mental anak lebih buruk. Dengan jelas evaluasi itulah bisa didapat solusi terbaik. Dalam kondisi tertentu, cara yang harus ditempuh orang tua untuk memulihan kondisi anak adalah dengan memodifikasi lingkungannya, yaitu dengan memindahkan anak ke lingkungan baru.

Pemindahan itu dimaksudkan sebagai proses rehabilitasi, bukan pengasingan. “Namun kalau orang tua mampu membantu si anak mengatasi tekanan di lingkungan asli, tidak perlu di pindahkan ke lingkungan baru. Itu justru lebih baik. Pada dasarnya anak-anak dengan perilaku menyimpang hanya butuh dipahami dan lebih dirangkul,” tegas Pudji.

ANAK BERTINDAK TANPA BERPIKIR

Senada dengan pendapat psikolog SR Retno Pudji Ashar, kriminolog Adrianus Meliala juga menganggap pengaruh orang tua sangat besar, bai dalam mencegah maupun memicu terjadinya kebrutalan pada anak.” Anak-anak kelas bawah yang memiliki orang tua pekerjakasar banyak yang cenderung melakukan kekerasan. Pada dasarnya kehidupan mereka memang lebih keras dibanding anak-anak kelas menengah keatas. Hidup dilingkungan yang sering menuntut mereka menggunakan kekutan fisik, membuat anak-anak kelas bawah memiliki daya destruksi lebih besar,” papar Adrianus.

Sebagai salah satu upaya pencegahan, pria berkacamata ini menyarankan agar orang tua melatih emosi anak. Ajari mereka menahan diri dan mengalihkan rasa marah. Menilik banyak informasi dari media yang dapat memicu kebrutalan dan kriminalitas, orang tua diimbau agar selalu mendapingi buah hati mereka selama menonton TV atau VCD. “Namun pada dasarnya kemampuan kognitif anak memang terbatas. Seringkali yang mendasari perilaku anak adalah emosi semata. Contohnya saat marah, tanpa berpikir panjang anak bertindak, mengambil batu dan melempar. Oleh sebab itu, jangan main-main dengan emosi anak karena dia mempu melakukan tindakan sadis atau fatal,” imbuh kriminolog dari Universitas Indonesia ini.

Pada dasarnya Adrianus menganggap kejahatan yang dilakukan anak-anak umunya tanpa niat atau rencana. “Makanya muncul ketentuan anak-anak berusia di bawah 16 tahun tidak dikenakan hukuman. Orangtualah yang dianggap bertanggung jawab. Meski demikian tidak berarti Negara lepas tangan. Biasanya mereka dijadikan anak Negara dan ditempakan di Lembaga Pemasyarakan Anak (LP Anak) atau dititipkan ke orangtua denga kewajiban lapor kepada Negara,” paparnya.

Jika psikolog SR Retno Pudji Azhar dan kriminolog Adrianus Meliala menyebut fungsi orangtua sebagai pencegah utama merajalelanya kebrutalan anak, sosiolog Evelyn Suleeman MA berpendapat sedikit berbeda. “Tidak cukup hanya didikan orangtua. Seluruh masyarakat harus serius menanganinya. Misalnya menggiatkan badan sensor film karena tidak mungkin anak-anak yang menyeleksinya. Intinya jangan membebaskan anak-anak menyaksikan tayangan tanpa bimbingan orangtua. Kita juga harus memproduksi film-film mendidik sehingga anak-anak akan mengerti bahwa dalam kehidupan ini tidak hanya ada kekerasan,” panjang lebar. Keluahan peokolog Pudji yang mengaggap media terlalu detai menggambarkan sebuah tindakan criminal, sangat didukung Evelyn. “Saya pernah membaca ada orang yang melakukan kejahatan karena ingin ngetop atau masuk televise. Sepertinya tayangan negative di televise justru jadi memberi inspirasi bagi orang. Yang tadinya tidak tahu, jadi tahu,” ujar staf pengajar FISIP jurusan Sosiologi Universita Indonesia ini yang lahir di Jakarta 22 Desember 1956.

Peneliti di Insan Hitawasana Sejahtera ini juga melihat tututan dan tekanan yang dialami anak-anak sekarang lebih berat dibanding dulu. “Sajian kemewahan dalam tayangan iklan dan sinetron membuat mereka menginginkan sesuatu yang tidak bisa didapatkan. Iri dan dengaki pun timbul dan ini memicu kejahata,. Pelkajaran di sekolah yang menekan juga bisa memdorong anak melakukan tindakan criminal. Dari sini bisa dilihat bahwa kriminalitas anak bisa disebabkan banyak hal. Oleh sebab itu mencegahnya tidak bisa hanya mengandalkan orangtua, tetapi diperlukan kerja sama berbagai pihak,” tutur ibu dari Gabriel Ekaputra Sutanto ini.

TUGAS BERAT SEKOLAH

Selah satu pihak yang di anggap ikut bertanggung jawab terhadap perilaku menyimpang anak adalah sekolah. Menanggapi hal tersebut Profesor Anah Suhaenah, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengemukakan beban yang harus dipikul sekolah sangat berat. “Dulu, tugas sekolah hanya memberikan pendidikan yang sifatnya akademis. Sekarang sekolah juga dibebani tugas-tugas penanaman nilai moral yang sebenarnya merupakan tugas keluarga. Soalnya tututan jaman membuat banyak ibu bekerja diluar rumah dan tak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan anaknya,” jelasnya.

Beban tersebut terasa semakin berat karena rendahnya rasio perbandingan antara guru dan dengan murid, khususnya di daerah-daerah urban. “Satu misalnya masih harus mengawasi puluhan bahkan ratusan anak didik,” ujar Prof Anah, “Tetapi itu semua bukan alasan sekolang angkat tangan. Seberapa pun beratnya, sekolah harus ikut menanamkan nilai-nilai moral pada anak-anak,” imbuhnya.

Prof Anah mengakui pihak sekolah belum cukup berhasil melakukan tugas tersebut. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi sekoalah untuk mendukung keberhasilan penanaman nilai moral anak didik. Namun ia juga menharapkan adanya peningkatan koordinasi antara pihak rumah dan sekolah diantanya melalui komite sekolah atau POMG. Hal ini dinilainya akan bisa memaksimalkan proses pendidikan yang berlangsung. Soal hukuman, mengeluarkan anak-anak pelaku kejahatan dari sekolah denial Prof Anah sebagai tindakan kurang tepat. “ Seharusnya hukuman yang diberikan tetap mendidik dan memperhitungkan kebaikan si anak. Dengan mengeluarkan nya dari sekolah, berarti sekolah sudah kehilangan kesempatan untuk melakukan pembinaan kepada anak yang bersangkutan, “ ungkapnya.KARTINI

BAYI-BAYI KORBAN HIV/AIDS









RATUSAN BAYI DI KOTA-KOTA BESAR SAAT INI TERINFEKSI HIV/AIDS

JAKARTA TERCATAT 300 BAYI



Memilukan. Anak-anak yang menderita HIV/AIDS semakin banyak. Di RSU dr Soetomo tahun 2007-2008 tercatat 60 bayi terkena. Di RSU Hasan Sadikin terdapat 51 anak, di RSU Karyadi Semarang 20, serta di RSU Sanglah Bali 22 anak. Bahkan di Jakarta, setiap harinya datang 10 pasien lama dan baru setiap bulan rata-rata 10 pasien HIV/AIDS baru. Nasib mereka pun demikian memilukan.



Sebuah ruang rawat terletak di pojok rumah sakit dr. Soetomo terlihat sepi. Pintunya juga selalu tertutup. Ada tanda larangan masuk bagi siapa saja, tak terkecuali keluarga. Ruangan dengan nama Upipi di bagian atas pintunya ini ternyata tempat penyembuhan orang dengan HIV/AIDS atau ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Hanya perawat dan dokter saja yang diperbolehkan masuk. Upipi kepanjangan dari Unit Perawatan Intermedite Penyakit Infeksi.



Disana seorang bayi positif HIV/AIDS yang ditinggal lari ibunya tergolek sendiri. Bayi bernama RA, usianya belum setahun ketika ibunya ke rumah sakit karena mencret dantidak sembuh-sembuh. Ketika menunggu giliran dipanggik, sang ibu izin ke kamar kecil dan menitipkan bayinya kesalah satu perawat. Tapi, setelah itu ia tak pernah muncul kembali hingga detik ini.

Ketika datang kerumah sakit, kondisi RA sangat menyeramkan. Badannya tinggal tulang karena didera mencret terus menenrus dan kekurangan gizi. Rumah sakit akhirnya berinsiatif memberikan serangkaian tes darah sang bayi. Hasilnya mengejutkan. RA positif HIV/AIDS.



Meski kondisinya kini sudah membaik dengna berat badan cukup, dan sudah mencapai 8 kg, namun tak ada orang tua yang mau mengadopsinya setelah tahu ia mengidap HIV. RA akhirnya jadi anak para perawat di ruang Irna Anak.



Di RS Ciptomangunkusumo, tiga balita juga tergolek lemah. Namanya sebut saja Firman (3 bulan), Pita (4), dan Adi (1). Mereka sudah berbulan-bulan dirawat di sana. Kasusnya gizi buruk, infeksi hati dan luka mulut dan abses atau bisul besar di daerah leher. Lebih dari itu mereka jelas menderita HIV/AIDS. “Mareka semua sudah tak memiliki orang tua. Yang memelihara dan menjaga bisa neneknya atau saudara orang tuanya. Karenanya itu mereka jadi tidak rutin berobat. Seperti sekarang ada infeksi baru di bawa lagi kesini,” kata dr Nila Kurniati, SpA yang merawat mereka.



Yang dialami Pita, diceritakan dokter muda itu sudah stadium AIDS sejak pertama di bawa. Ketika masih hidup, ibunya sebenarnya rajin memeriksakan bayinya. Kondisi awalnya berupa gizi buruk. Setelah dirawat dan diobati sudah membaik. Setelah ibunya meninggal, neneknya tak bisa membawanya ke rumah sakit. Ketika datang lagi, kasusnya sudah berbeda: infeksi hati.

Kisah Rita (19) juga tak kalah memilukan. Wanita itu HIV positif dan menularkan virus kepada putranya Rudi (3.5 th) semua bukan nama sebenarnya. Rita menikah pada usia 15 th karena keburu hamil dengan kekasihnya. Saat itu usia kandungannya 4 bulan dan 2 bulan setelah menikan kondisi suaminya memburuk.



Dalam keadaan hamil Rita sibuk memeriksakan sang suami ke puskesmas dan klinik. Tak ada hasil, sementara berat badannya tadinya 75 kg menjadi 50 kg dalam waktu hanya satu bulan. Setelah diperiksa di RS Persahabatan, Jakarta, barulah Rita tahu kalau suaminya dulu pecandu narkoba dan menderita AIDS. “Saat itu usia kandungan saya 7 bulan, dan tidak melakukan pemeriksaan apa-apa untuk bayi saya. Saya tidak mengerti kalau dapat menular ke bayi,” ujar Rita ketika ditemui di salah satu klinik Yayasan Pelita Ilmu.



Memanglah, saat bayinya berusia 3 bulan, ia mulai sering sakit-sakitan. Sama seperti yang dialami ayahnya, bayinya sering batuk dan BAB yang menyebabkan berat badan turun drastic. Rita mengadukan masalah bayinya pada YPI dan setelah dilakukan test, anaknya dinyatakan positif terinfeksi HIV. “Sampai sekarang, dalam usianya 3,5 tahun anak saya tetap minur ARV. Dia rewel, Tanya-tanya kok minum obat terus. Tapi karena saya berusaha disiplin, dia tumbuh normal, lincah meskipun badannya kurus,” cerita Rita dengan mimic sedih tak berdaya dengan kondisi putranya.



Rita sediri kini sudah menikah lagi dan telah memiliki anak kedua perempuan yang bebas dari HIV.”Anak kedua perempuan dan tidak tertular, karena selama kehamilan saya ikuti program yang diberikan YPI,” ucapnya bersyukur.





DATA DI BERBAGAI RUMAH SAKIT







Kisah anak-anak tanpa dosa namun harus menerima nasib lahir dengan kekebalan lemah memang tersimpan rapat di dalam laci bergembol catatan medis para dokter di berbagai rumah sakit rujukan. Sangat dirahasikan. Jangankan kita bisa berbincang dengan keluarganya, bahkan nama saja pun para dokter maupun relawan mengunci mulut mereka.



Karena informasi yang salah, bisa dimengerti mengapa HIV/AIDS dianggap sangat menular. Bahkan ada banyak fakta. Setelah ketahuan seseorang menderita penyakit tersebut mereka dikucilkan lingkungannya. Padahal ditegaskan dr Nila, bahkan dari orang tua (dalah hal ini ibu) penularannya pada janin tidak 100 persen. Menjaga hal-hal yang tak diinginkan itulah, keberadaan pasien HIV/AIDS sangat dirahasiakan.



Yang jelas,k diungkap Nia, sampai hari ini ada sekitar 300 an anak yang dirawat jalan dengan HIV positif. Data itu memang sejak th 2002, namun rata-rata setiap harinya datang 10 pasien anak-anak berkisar usia 0-7 tahun. Dan tercatat ada 10 pasien baru setiap bulannya. 1/3 nya meninggal.



Di RSU dr Soetomo Surabaya, sejak Januari 2008 diungkap Fatimah, perawat di Upipi dalam seminar penanggulangan HIV/AIDS yang digelar Universitas Airlangga di Pusat Kebudayaan Prancis, tercatat 60 bayi HIV dirawat di Upipi. Beberapa bayi dilahirkan disana, namun tidak lantas diisolasi di ruang Upipi, sebab umumnya dibawa pulang orang tuanya.



Angka 60 bayi yang positif teriveksi HIV memprihatinkan, “ kata dr Esty Martiana, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Betapa tidak angka kelahiran yang cukup tinggi itu seolah mematahkan upayanya memerangi penyakit mematikan tersebut. Mulai dari penyuluhan, pencegahan hingga penanganan konkret. Sayangnya, upayanya itu menjadi sangat kecil dibandingkan dengan maha dahsyatnya peredaran narkoba di Surabaya dan Jawa Timur. “Meski data saya sendiri tidak sebanyak itu, tapi meningkatnya jumlah kelahiran bayi HIV/AIDS benar-benar memprihatinkan. Semua harus ikut memerangi penyebabnya,”ucap dr Esty yang ditemui di kantornya itu.



Bayi-bayi dengan human deficiency virus (HIV) yang menyerang kekebalan tubuh itu diantaranya tidak rutin diperiksakan ke Upipi. Kebanyakan diakui Fatimah tidak diperiksakan kembali atau sesekali saja, terutama yang berasak dari luar daerah Surabaya. Melahirkan memang di RSU dr Soetomo yang merupakan rumah sakit rujukan bari RSU di daerah TK II di Jatim bahkan Indonesia Timur.



Di rumah sakit Sanglah, Bali ada sekitar 22 anak HIV/AIDS sejak tahun 2006 lalu. Tiga anak rawat inap dan 2 baru-baru ini meninggal.



Sedang di RS Karyadi Semarang data tahun 2007-2008 menurut dr Hapsari, terdapat 20 anak usia antara 11 bulan- 8 tahun yang positif HIV. Yang saat ini dirawat inap sekitar 4 anak. Sementara di RSU Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat tercatat di Klinik Teratai, anak penderita HIV positif sejak tahun 2004-2008, sekitar 51 anak usia 0-12 tahun. 31 diantaranya sudah tahap AIDS.





TELANTAR DITINGGAL AYAH IBUNYA



Sulit mengungkapkan bagaimana nasib anak-anak malang itu. Sebab, sudah jelas mereka ditulari orang tuanya. Kondisinya menurut dr. Nila Kurniati dari yang jelek sampai yang bagus. Bagus, artinya layaknya anak normal saja. Sekolah, bermain, maupun beraktivitas lainnya tetapi karena didalam tubuhnya ada virus HIV sehingga ia mudah kena penyakit infeksi, apakah itu flu, diare, dsb. Karenanya mereka harus mengonsumsi obat seumur hidupnya.



Sedangkan pada kondisi yang sedang bahkan buruk, mulai stadium 3 dan 4 (stadium 4 sudah masuk tahap AIDS-red), kondisi mereka sungguh memilukan. Umumnya datang dengan kondisi gizi buruk, TBC, infeksi radang otak, jamur dan sebagainya. Ada pula yang datang dengan kondisi baik, namun begitu usianya 2 tahun mulai sering kena diare, demam terus-menerus, 1 bulan, 3 bulan hingga 6 bulan dilakukan serangkaian tes barulah ketahuan bila daya tahan tubuhnya digerogoti virus HIV.



Yang menyulitkan menurut Nia karena pada HIV ini tidak ada gejala yang khas, bahkan berbeda-beda dengan keluhan beragam. Namun pada penderita HIV berlaku hukum anomaly. Misalnya, hampir 97% anak yang kena campak tidak berulang seumur hidup, kena cacar air 99% sekali seumur hidup. Kalaupun berulang dalam bentuk cacar monyet.



Pada anak HIV, cacar air bisa 3 kali, kena campak bisa 4 kali. Biasanya kata Nia, kalau ada gejala-gejala klinis demikian, atau demam terus-menerus, infeksi radang terus meskipun sudah diobati, dokter membacanya adanya warning. Tes laboratorium pasti akan disarankan para dokter tersebut. “Tanpa tes darah kita tidak akan tahu anak terkena HIV atau tidak,m karena gejala-gejala klinis itu hanya membantu mengarahkan kita saja, bukan gejala pasti, “ ujarnya. Dikatakan demikian karena tak selalu anak dengan gizi buruk atau TBC terkena HIV.



Setelah diyatakan positif biasanya sebelum tes dilakukan pendekatan persuasif dengan orang tua bahwa hanya teslah yang dapat memastikan barulah pengobatan dilakukan itupun menurut Nia jangan dibayangkan pengobatan dalam pengertian memberi obat-obatan. Justru pengobatan bukan hal utama mengingat tata laksana obat akan berlangsung seumur hidup.



Yang terpenting menurutnya, adalah membangun kepercayaan dengan keluarga dan anak, dan mengetahui secara persisi siapa yang merawat si anak. Sebab dalam perjalanan perawatan, biasanya orang tuanya meninggal lebih dulu. Mungkin mula-mula ayahnya lalu ibunya atau sebaliknya. Lalu anak mungki dirawat oleh neneknya yang secara ekonomu tidak mampu. “Karena itu buat apa minum obat yang harus rutin dan seumur hidup kalau hanya sesekali datang control. Sebab, setiap waktu dosis obat HIV ini berubah. Berat tubuh anak naik sedikit saja dosisnya berubah. Jadi sulit buat anak yang sesekali control,” ungkap dokter berjilbab yang dijuluki Dokter HIV.



Kalau toh orang tua pengganti ini rutin memeriksakan si anak, kondisi psikologis anak mungkin sudah berubah. Dulu mungkin taat minum obat karena ada ayah dan ibunya. Begitu mereka tidak ada bisa jadi lebih sulit. Karena itu Nia lebihmenyarankan keluarga rajin kontrol utnuk mengetahui tingkat HIV saerta menekan kemungkinan terserang infeksi.



Pada dasarnya diungkap Nia, tak semua HIV membutuhkan obat. Tergantung tingkatnya saja. Kasus bayi Sheila (bukan nama sebenarnya) menegaskan hal itu. Ketika dilahirkan 6 tahun lalu, usia 1,3 bulan sudah didiagnosa HIV. Setelah diobati selama 6 bulan kondisinya membaik. Sayang ayahnya lalu meninggal dan ibunya mulai melemah kondisinya sehingga lama tak mengantar Sheila kontrol. Enam bulan setelah kontrol terakhir, ia datang lagi. Ternyata kondisinya baik-baik saja meski lama tak minum obat. Setelah ibunya meninggal, Edo dirawat neneknya yang hanya membawanya kerumah sakit sesekali saja. Usianya 6 tahun dan kondisinya baik-baik saja tanpa obat.



Meski penderita HIV tampak baik-baik saja, tetapi sampai tahap tertentu baik dengan atau tanpa obat, daya tahan tubuhnya akan makin melemah. Pada suatu masa pun akan meningkat menjadi AIDS.



Untuk menjadi AIDS mmebutuhkan waktu antara 12 bulan sampai 4 tahun, itu yang tanpa obat. Bila dengan obat bisa jauh lebih lama lagi. Persisi seperti kondisi gunung, ada yang curam ada yang landai. Daya tahan tubuh bisa menukik tajam, namunada yang pelan menggelinding di lembah landai, namun tetap kondisinya semakin menurun. “Yang jelas bila penderita HIV meninggal, bukan karena HIVnya, lebih karena penyakit infeksi seperti radang otak, diare. Kaena daya tahan tubuh lemah, jadi tidak bisa menahan serangan infeksi.





DITULARKAN DARI IBU & JARUM SUNTIK







Menurut Husein Habsyi, wakil ketua Yayasan Pelita Ilmu (YPI), fenomena maraknya kasus-kasus HIV belakangan ini karena ada pola epidemi HIV mulai berubah mengarah ke populasi masyarakat umum. Sebelumnya pola perkembangan virus masih berkisar pada lingkungan pekerja seks dan pelanggannya. Namun karena para pelanggannya umumnya kelompok usia seksual aktif dan memiliki pasangan tetap, maka makin banyaklah istri yang tertular HIV/AIDS.



Pengguna narkoba, terutama yang suntik juga penyebab HIV yang cukup tinggi. Menurut estimasi Departemen kesehatan, prevalensi HIV pada pengguna narkoba suntik rata-rata nasional adalah sebesar 41,6%. Karena penggunanya mayoritas berusia muda dan memiliki pasangan tetap, mau pun melakukan hubungan seks diluar pernikahan, maka kasus kehamilan dengan HIV/AIDS juga meningkat.



Jika wanita tertular HIV/AIDS dari pasangannya (suami atau pacar), maka dapat disinyalir akan banyak bayi yang berpeluang untuk tertular. Walaupun menurut Husein tidak 100% menular ke bayi. Mungkin sekitar 25% kemungkinan bayi tertular sejak dalam kandungan, namun termasuk angka yang cukup besar.



Tingkat penularan 25% itu pun saat ini bisa ditekan hingga menjadi 2 %. Ini berlaku bagi ibu hamil yagn sudah dilakukan intervensi melalui program Prevention of Mother ti Child HIV Transmition (PMTCT). Dengan pmtcr, ibu HIV positif diharuskan mengonsumsi obat ARV profilaksis selama hamil, melakukan persalinan dengan operasi caesar dan tidak memberikan ASI pada bayinya. Jika hal tersebut dilakukan maka resiko penularan dari yang semula 25-45% dapat ditrkan menjadi 2 %.



Menurut Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan. Berarti, jika tidak ada intervensi sekitar 3.000 bayi dikhawatirkan lahir HIV positif. Yang memperihatinkan, mayoritas berasal dari golongan ekonomi lemah yang kesadaran akan pentingnya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi masih minim. Tak heran bila kecolongan, bayi-bayinya lahir sudah tertular.



Namun, walaupun di dalam kandungan bayi tak tertular virus, dan ketika lahir pun melalui operasi caesar yang berarti lolos dari virus, bukan berarti bebas selamanya. Bayi masih berpeluang terinveksi HIV. Hanya saja untuk mengetahui status usia tersebut bayi akan dites antibodi, biaya tesnya terjangkai Rp 100.000. “Tes ini penting karena anak gizi buruk atau TBC atau penyakit infeksi lainnya tidak selalu terkena HIV. Jadi kepastian menderita HIV atau tidak melalui test.



Tes juga bisa dilakukan pada usia bayi 6 bulanberupa tes virus (PCR). Tes mengidentifikasikan virus ia ingin melakukan lebih cepat, dapat dilakukan pada bayi usia 6 bulan. Tes ini bernama PCR, yaitu tes virus untuk bayi. Tes ini mengidentifikasi virusnya bukan antibodi. Biayanya relatif mahal sekitar Rp 1 juta, dan di Jarta haya tersedia di RS Ciptomangunkusumo dan RS Dharmais.



Jika bayi dinyatakan terinfeksi HIV positif, otomatis harus meminum ARV sepanjang hidupnya. Awalnya memang disembuhkan dulu penyakit infeksinya, baru kemudian mendapat ARV. Hal ini dimaksudkan agar kondisinya tetap stabil, memiliki harapan hidup lebih lama dengna kualitas hidup lebih baik. Jika virus dalam tubuh bayi terlalu banyak dan ia menjadi lemah, maka akan banyak penyakit yang masuk dan harus dirawat. Namun dengan obat, anak cukup dirumah dan beraktivitas layaknya anak-anak lain yang normal. “Sayangnya belum ada obat khusus utnuk bayi dan anak. Jadi kalau akan diberikan pada bayi diubah menjadi bubuk (puyer).



Harapan hidup anak-anak HIV positif yang terinfeksi sejak bayi tidak dapat ditentukan. Sangat mungkin bayi itu tumbuh baik hingga dewasa. Akan tetapi jelas, lambat laun akan berubah menjadi AIDS yang mematikan. KARTINI



PERLU DIKETAHUI



HIV ATAU HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS



HIV adalah nama virus yang menyerang kekebalan tubuh. Dalam tubuh kita ada sisitem kekebalan yang terdiri dari sel-sel diantaranya adalah sel T yang tugasnya memerangi kuman dan infeksi. Virus HIV inimenyerang sel T, bersembunyi di sana tanpa diketahui untu berapa lama. Karena itu orang yang darahnya terinfeksi HIV bisa nampak sehat, hanya saja mudah terkena penyakit sehari-hari seperti demam, flu, atau diare, dan dia telah menjadi sumber penularan bagi orang lain. Untuk menekan perkembangan virus, penderita harus mengonsumsi obat sepanjang usianya.



AIDS atau ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME



Bila HIV adalah virus penyebabnya, AIDS merupakan gejala penyakit atau kelainan yang ditimbulkan HIV. Tidak semua orang yang mengidap virus HIV menunjukkan gejala AIDS.

Setelah HIV becokol bertahun-tahun (minimal 12 bulan), mulai muncul sindroma yang menunjukkan hilangnya kekebalan tubuh, ditandai dengan munculnya penyakit-penyakit bawaan seperti diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Pada saat inilah dikatakan positif AIDS atau sudah mamasuki tahap AIDS. Bahkan sakit ringan pada orang normal pun bisa sangat berbahaya bagi penderita AIDS.

PENULARAN

Ada tiga jalan utama penularan virus HIV, yaitu melalui hubungan seksual, darah (jarum suntik), dan pada ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, kecuali selama kehamilan melakukan PMTC (Preventation of Mother to Child HIV Transmission). Yakni, menonsumsi ARV profilaksis, melakukan persalinan dengan operasi caesar dan tidak memberikan ASI pada bayinya, minum obat ARV.

Penularan melalu jarum suntik, diantaranya melalui suntik narkotika, dimana jarum dipakai bergantian. Darah yagn tertinggal di jarum suntik sudah cukup untuk menjadi tempat bermukim virus HIV dan ketika digunakan orang lain, virus yang tertinggal dapat pindah/masuk ke orang lain tersebut. Bila pun harus disuntik untuk pengobatan, pastikan jarus suntik baru. Tapi saat ini jarum suntik umumnya sekali pakai. Perlu diketahui, virus HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk karena nyamuk tidak memiliki sel T manusia yang dibutuhkan virus HIV.



Tuesday, October 19, 2010

PROBLEMA ANAK





ANAK TIDAK DEKAT DENGAN ORANG TUA (SINGLE PARENT)

Sebuah pertaruhan yang sangat berat, antara meninggalkan perkerjaan atau memilih mengasuh anak-anak. Jika salah satu ditinggalkan maka akan terjadi ketimpangan. Problem seperti itu merupakan masalah begi sebagian besar orang tua tunggal. Namun anda tidak perlu khawatir sebab masalah apapun pasti ada jalan keluarnya.

Yakinlah anda bisa dekat dengan anak-anak. Tetapi bukan jalan terbaik bila mengatasi masalah itu harus meninggalkan pekerjaan, terlebih anda merupakan sumber utama keuangan keluarga. Akan lebih baik bila anda mengajukan pindah ke kantor yang lebih dekat dengan rumah anda, sehingga waktu berangkat dan pulang tidak banyak terbuang di jalan. Pagi hari anda masih bisa menyiapkan makanan dan sore hari bisa segera bertemu anak-anak.

Jika cara itu tidak mungkin bisa dilakukan, sempatkan diri sering menelepon ke rumah. Cobalah dengan komunikasi sederhana, misalnya menanyakan keadaan dan aktivitas mereka hari ini. Pada saat itu tanyakan kesulitan yang dihadapi dan berusahalah mencarikan jalan keluarnya. Hindari marah-marah melalui telepon. Bila terjadi, anak menjadi ketakutan dan malas menerima telepon dari orang tua.

Selanjutnya agar pengasuh tidak dominant, sebaiknya anda menetapkan aturan bagi anak-anak dan pengasuh. Dengan demikian diharapkan konsistensi aturan yang dijalankan pengasuh dan anda sama sehingga anak-anak tidak mengalami keraguan untuk melaksanakan atau mematuhi baik saat dengan pengasuh maupun saat bersama dengan anda. Keadaan ini tentu akan sangat membantu anda untuk tetap dapat mengendalikan tata kehidupan dalam keluarga meski pun anda tidak banyak memiliki waktu untuk anak-anak.

Saat ada waktu luang usahakan bersama anak-anak. Kebersamaan dengan anak-anak akan lebih terasa jika anda mampu terlibat secara total bersama mareka. Kebersamaan itu tidak hanya dalam masalah fisik, misalnya seharian bercengkerama dengan anak, tetapi juga secara psikologis. Pendekatan psikologis akan tercapai jika orang tua mampu memahami kebutuhan-kebutuhan anak, misalnya kebutuhan kasih sayang, keamanan, permainan dan ketenangan.

Itulah sebabnya saat bersama anak, penuhi kebutuhan psikologis itu. Tanyakan kesulitan yang dihadapi serta apa keinginannya. Mungkin anak minta dilayani ini dan itu, termasuk mungkin minta dibelikan mainan. Penuhi harapannya sepanjang tidak terlalu memberatkan. Hal itu bukan berarti memanjakan anak, tetapi merupakan bentuk perhatian pada anak. Namun jika permintaannya memberatkan, tidak perlu dipenuhi karena kurang memberikan manfaat. Mungkin anak tidak menerima alasan itu, tetapi harus berikan pengertian hingga dia memahaminya. Akan lebih baik bila permintaannya itu digantikan dengan beda yang lain.

Dengan cara seperti itu anak akan dekat dengan pengasuh dan anda sebagai ibunya. KARTINI

DIABETES





WASPADA DIABETES SAAT HAMIL



Gejalanya tak menonjol, tapi akibat yang ditimbulkan bisa menganggu ibu dan janin.



Eva, 27 tahun, mengalami hambatan ketika melahirkan anak pertamanya, gara-gara ukuran si bayi terlalu besar untuk persalinan normal. “Bahunya menyangkir, sampai akhirnya saya harus dioperasi,” ujar Eva. Rupanya, Eva mengalami diabetes selama kehamilan. Kadar gula darahnya melebihi batas normal. Padahal, sebelum hamil dia tidak punya “bawaan” diabetes.



Bayi yang besarnya melebihi normal (makrosomia) mungkin saja terjadi pada seorang ibu yang mengalami diabetes selama hamil atau disebut juga diabetes gestasional,” ujar dr. Ali Sungkar, Sp OG, Staf pada Subbagian Perinatologi, Departemen Obstetri & Ginekolog, FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.



Janin tampung gula





Diabetes gestasional merupakan gangguan yang datang secara diam-diam. Gejalanya tak selalu terlihat jelas. “Ini berhubungan dengan resistansi ibu terhadap insulin selama hamil,” ujar dr. Ali Sungkar. Akibat perubahan-perubahan berbagai hormone selama kehamilan, pada organ-organ tertentu, tubuh tak mempu mengolah gula dalam darah menjadi energi.



Akibatnya, gula darah menumpuk dan terkirim ke janin melalui plasenta. Maka janin pun ikut menmpung limpahan gula darah terbut. “Itu sebabnya, yang perlu diwaspadai bukan saja kondisi diabetes si ibu, tetapi juga risiko yang ditimbulkan pada janinnya,” sambung dr. Ali.



Risiko yang dihadai janin tidak hanya berupa kemungkinan tumbuh besar melebihi ukuran normal, tapi bisa juga berbentuk cacat bawaan (kongental). Ini terjadi jika si ibu mengalami diabetes gestasional yang tak terkontrol di usia kehamilan sekitar 6-7 minggu. Saat itulah sedang terbentuk beberapa bagian tubuh janin, seperti selaput jantung, pertumbuhan kaki janin, dan sebagainya.



Pada ibu hamil yang tak pernah memeriksakan diri, tak jarang membuat penolong persalinan terkecoh, mengira janin yang besar itu adalah “cukup tua” dan sudah waktunya lahir. Kalau tak mengetahui riwayat kesehatan si ibu, bisa-bisa si bayi diupayakan segera lahir, padahal belum cukup umur. Dalam hal ini, mungkin saja paru-parunya belum cukup “matang” untuk bekerja, sehingga bayi mengalami gangguan pernapasan setelah lahir.



Pemeriksaan teliti



Kadar gula darh ibu dicek pada pemeriksaan kehamilan. Dari sini kemungkinan pasien menderita diabetes gestasional bisa segera terlihat.



Pemeriksaan untuk mengetahui kadar gula darah ini biasanya termassuk yang dianjurkan dan masuk dalam paket pemeriksaan kehamilan lainnya,” ujar dr. Ali. Bila diketahui si ibu mengalami diabetes gestasional, maka kadar gula dalam darah harus diusahakan rurun, mendekati normal. Harapannya, gula yang terkirim ke janin pun menjadi normal juga.



Bagaimana caranya? Bisa dengan diet serta berolah raga sesuai kondisi kehamilan yang bersangkutan. Namun, jika diabetes gestasionalnya masih juga ‘membandel’, biasanya dokter akan memberi obat.



Pemberian obat ini tentu tidak boleh sembarangan. Umunya, hal ini dilakukan setelah melalui pengamatan dan pemeriksaan terlebih dahulu selama beberapa waktu (biasanya pasien dirawat dulu di rumah sakit selama beberapa hari). Dengan demikian, dosis yang diperoleh sesuai dan tepat. Dalam hal ini, tak jarang dokter kandungan akan bekerja sama dengan sejawatnya, dokter spesialis penyakit dalam (ahli yang menangani masalah diabetes). Obat pun biasanya bukan diminum, melainkan disuntikkan ke kulit ibu hamil, sehingga langsung masuk ke dalam tubuh ibu tetapi tidak menganggu janin.



Penting diketahui, kebanyakan jenis obat-obatan diabetes yang diminum bisa membahayakan janin. Sangat bijaksana bila dokter yang menangani masalah anda mengamati lebih dahulu kondisi anda, dan memberikan obat yang tepat serta jumlah yang sesuai dengan kondisi tubuh anda.



RESIKO PADA BAYI

Bayi yang dilahirkan ibu yang mengalami diabetes gestasional berisiko mengalami :

  • Ukuran tubuh terlalu besar
  • Tersangkut di jalan lahir (akibat ukuran yang super besar)
  • Gangguan pernapasan
  • Kadar gula darah dan kalsium rendah

Kondisi diatas masih dapat diatasi dengan perawatan dokter selama di rumah sakit. Namun, ada pula yang sampai mengalami cacat congenital, seperti gangguan pertumbuhan kaki, gangguan pada selaput jantung, dan sebagainya





Bagaimana setelah lahir ?



Untuk mereka yang sebelum hamil pernah menyandang diabetes, banyak diantara mereka yang kebutuhan insulinnya (obat diabetes yang disuntikkan) menurun drastic setelah proses persalinan terjadi. Namun, kebutuhan ini bisa meningkat lagi setelah 27 jam.



Sementara untuk mereka yang belum pernah hamil tak pernah mengalami diabetes, jika selama hamil kondisi diabetes gestasional terkontrol, biasanya setelah proses persalinan gangguan diabetesnya akan menghilang.



Repotnya, jika selam hamil diabetes gestasionalnya tak terkontrol (karena seringkali datangnya pun secara diam-diam), maka buka saja akan membahayakan pertumbuhan janin, tetapi juga mengancam kesehatan ibu. Misalnya saja, kemungkinan terjadinya gangguan terhadap kerja ginjal si ibu.



Bagaimana dengan sang bayi? Sesaat setelah lahir, biasanya dokter spesialis anak akan mengawasi kondisi kesehatan bayi. Bukan apa-apa. Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita diabetes gestasional, sudah terbgiasa mendapatkan pasokan gula darah yang cukup tinggi dari ibunya saat berada dalam rahi,. Nah, karena itulah setelah lahir perlu distabilkan kadar gula darahnya. Tanpa pengawasan ahli, dikhawatirkan bayi mengalami shock, karena kadar gula darnya mendadak turun (hipoglikemia).



CEK GULA DARAH

Pemeriksaan gula darah pada ibu hamil biasanya dilakukan dengan meminta ibu berpuasa selama 8 jam di malam hari, kemudian diambil darahnya di laboratorium pada pagi harinya. Gula darah setelah berpuasa normalnya lebih rendah dari 110 mg/dl.

Setelah itu, si ibu diminta untuk minum minuman manis atau makan dan 2 jam kemudian diperiksa kembali gula darahnya. Normalnya, hasil pemeriksaan gula darah normal setelah makan atau minum minuman manis adalah kurang dari 200 mg/dl. Bila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilah lebih dari batas normal, boleh dibilang si ibu perlu pengamatan karena mengalami diabetes.



Sumber : AYAHBUNDA